shalat jenazah beserta kaefiahnya
Nama :Jajang abdul hamid
Tugas : Piqih
SAHALAT JENAZAH BESERTA KAEFIAHNYA DAN DALILNYA
1. Hukum salat jenazah adalah fardu kifayah seperti yang tersebut dalam riwayat dari abu hurairah, suatu ketika ada orang yang meninggal dunia dibawa kehadapan Nabi saw, sedangkan ia masih mempunyai hutang lalu Nabi bertanya. Apakah ia meninggalkan harta untuk membayar hutangnya? Jika dikatakan pada beliau ada harta peninggalannya maka beliau menshalatinya, namun jika tidak ada belio akan berkata muslimin shalatilah teman kalian[1].
2. Keutamaan menshalati jenazah dari abu khurairah ia berkata, Rosulalloh saw bersabda: barang siapa yang menyaksikan jenazah hingga menshalatinya maka, mendapatkan pahala satu qirath. Dan barang siapa yang menyaksikannya sampai jenazah itu dikuburkan maka, ia mendapat dua qirath. Kemudian dikatakan apkah maksud dari dua qirath itu? Nabi menjawab ia seperti dengan dua gunung yang besar[2].
3. Posisi imam pada shalat jenazah
Pendapat pertama jika simayit adalah laki-laki maka imam berdiri lurus dengan kepalanya. Namun jka mayitnya perempuan maka imam berdiri di tengahnya. Ini adalah pendapat imam syafii`, ahmad dan ishaq dan sebagian mazdhad hanafi[3].
Assyaukani berkata inilah pendapat yang benar hadis samroh bin jundub ia berkata, saya pernah shalat dibelakang rosululloh saw sedangkan ia menshalati ummu kaa`byang meninggal dunia dalam keadaan nifar. Saya melihat rosululloh saw berdiri menshalatinya dan posisi berdirinya ditengan wanita itu[4].
Pendapat kedua berdiri didepan dada jenazah baik mayit laki-laki ataupun perempuan. Dasar pndapat ini hadis annas. Annas berdiri ditengah-tengah wanita karena ada satir, dimana mayit itu tidak diletakan didalam keranda saat dishalati.
Syaikh al- allamah al- albani mengomentarinya bahwa pendapat ini memiliki cacat dan pendapat ini tertolak atas beberapa alasan diantaranya
1. Pendapat ini muncul dari orang jahil.
4. Disunahkan berdiri tiga shap dibelakang imam walaupun ma`mumnya berjumlah sedikit hal ini berdasar pada hadis nabi yang artinya tidaklah seseorang meninggal dunia, kemudian dishalati oleh kaum muslimin dengan berbaris tiga shap, kecuali ia akan masuk surga.[5]
5. Berkumpulnya jenazah laki-laki dan perempuan
Jika bercampur antara jenazah laki-laki dan perempuan maka, urusannya diserahkan kepada imam. Ia boleh menshalati satu persatu jenazah atau menshalati semua jenazah dengan satu shalat dan semua jenazah diletakan sesuai dengan keberadaan sang imam. Poisinya jenazah laki-laki berada didepan sedanngkan jenazah perempuan berada setelahnya sesuai arah kiblat.
6. Wanita tidak dilarang melakukan shalatjenazah
Dibolehkan bagi perempuan untuk mengikuti shalat jenazah. Namun tidak boleh mengentarkan jenazah dengan catatan saat itu ia sedang berada didalam mesjid.
Dari Abdullah bin jubair, bahwasannya aisyah memerintah orang-orang agar agar jenazah saad bin abi waqash dibawa kemesjid. Lalu aisyah aisyah ikut menshalatinya, melihat hal itu orang-orang mengingkarinya. Maka, aisyah mengatakan sungguh cepat sekali manusia lupa tindakan rasululloh yang menshalatisuhail bin al- baidha kecuali dimesjid. Faidahnya hadis ini menunjukan bahwa shalat jenazah dimesjid dibolehkan. Namun yang lebih afhdhal dilakukan diluar mesjid yaitu ditempat yang cukup untuk melaksanakan shalat jenazah. Demikian yang dicontohkan nabi dan yang sering beliou saw lakukan.
7. Bagaimana jenazah yang tidak utuh anggota tubuhnya apakah ia harus dishalati?
Ada sebuah atsar yang bias jadi dhaif atau mursal dari beberapa shabat. Bahwa mereka menshalati jenazah yang tidak utuh tubuhya (ada bagian yang hilang dari tubuhnya).
Ari Khalid bin maa`d bahwa abu ubaidah melaksanakn shalat jenazah didepan kepala-kepala dinegri syam.[6] Pendapat para ulama
1. Tetap dishalati baik anggota badannya tinggal sedikit maupun banyak. Ini adalh pendapat as-syafii`, ahmad juga ibnu hazm.[7]
2. Jika anggota badan badan mayit lebih dari setengahnya maka, dimandikan dan dishalati. Namun jika setengahnya ataupun kurang dari setegahnya tidak perlu dimandikan dan dishalati ini adalah pendapat imam abu hanifah.
3. Tidak perlu dishalati seberapapun sisa tubuh yang ada ini adalah mendapat daud[8]
Tidak wajib dishalati dari potongan tubuh dari jasad yang masih hidup karena tidak ada dasar dalilnya baik dari rasululloh saw ataupun sahabat.
8. Menshalati bayi dan ank kecil
Maksud anak kecil disini adalah mereka yang belum baligh. Jika merekla meningal maka disyaria`tkan untuk menshalatiya hal ini berdasar pada dalil dari aisyah ia berkata anak kecildaro golongan anshar pernah didatangkan kepada rasululloh.lalu beliou menshalatinya. Aisyah berkata lalu saya berkomentar alankah beruntungnya jenazah ini yang menjadi burung diantara burung-burung surge karna ia belum pernah melakukan kejelekan dan tidak mengetahuinya pula.
9. Bayi yang gugur
Tidak ada perselisihan diantara ulama bahwa jika bayi sudah bias menangis (berteriak) atau bersin kemudian meninggal dunia maka ia dishalati.
Ibnu mundir[9] berkata para ulama telah berpendapat bahwaanak kecil yang telah menghirup udara kehidupan dan bias berteriak maka ketika meninggal dunia ia dishalati.
Bagian yang diperselisihkan adalah jika bayiitu tidak berteriak (bersuara) ketika keluar dari rahim kemudian meninggal dunia
Ada yang berpendapat bahwa bayi yang demikian itu tidak perlu dishalati berdasarkan dari hadis yang diriwayatkan dari jabir bin abdulloh serta perkataan az- zuhri ats-tsauri dan al- auzai` malik dan as- syapii` serta para ahlur-ra`yi.[10]
Adapula golongan yang berpendapat bahwa jenazah bayi itu harus dishalati mendasarkan pendapatnya pada hadis yang diriwayatkan oleh ibnu umar dan abu khurairah dimana ibnu syirin dan ibnu musygib pun berpendapat sama. Hal ini menjadi pendapat ahmad dan ishak.[11] An-nawawi berkata secara dzahir bayi yang gugur itu dishalati jika telah sitiupkan ruh dan telah berumur empat bulan. Jika ia guugur sebelum masa itu maka tidak perlu dishalati karna yang demikian itu tidak dinamakn jenazah. Asal dalil untuk hal ini adalah hadimarpu` yang diriwayatkan dari abdulloh bin masu`d sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian setelah berkumpil selama empat puluh hari dalam perut ibunya, kemudian menjadi segumpal darah, lalu membentuk daging, lalu Alloh mengutus malaikat dan ditiupkan ruh kepadanya.[12]
10. Menshalati seorang ahli bidah (orang yang perah berbuat dosa besar dan maksiat)
Yang menjadi kesimpulan dari perkataan para ulama dalam masalah ini adalah baik muslim yang pernah berbuat dosa besar ataupun yang pasik itu dishalati ketiak meninggal dunia demikian halnua dengan ahli bidah yang perbuatan bida`hnya itu tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari islam. Namun jika para imam dan ulama meninggalkannya unuk mencegah manusia agar tidak melkukan hal itu maka, hal itu lebih baik. Sebagaimana nabi tidak menshalati orang yang mati karna bunuh diri.[13] Namun beliou berkata shalatilah teman kalian pendapat ini dipegang oleh malik, ahmad dan yang lainnya.[14]
11. Menshalati orang yang mempunyai hutang
Dari abu khurairoh bahwa suatu ketika seorang laki-laki yang sudah meninggal dunia didatangkan kepad arosululloh saw sedangkan ia mempunyai hutang maka nabi bertanya apakah ada yang akan membayar hutangnya? Jika dikatakan ada yang akan membayarnya kaka nabi akan menshalatinya namun jika tidak ada maka nabi akan mengatakan shalatilah teman kalian. Namun setelah islam tersebar luas dan banyak daerah yang dibuka oleh kaum muslimin, beliou bersabda saya lebih berhak dari jiwa-jiwa kaum muslimin barang siapa yang meinggal sedanngkan ia memiliki hutang maka sayalah yang akan membayarnya. Namun jika simayit meninggalkan harta itu untuk ahli warisya.[15] An- nawawi berkata sesungguhnya maksud nabi meninggalkan shalat itu, agar orang yang masih hidup tidak meremehkan dalam hal membayar hutang lal beliou berlepas diri dari yang demikian itu tatapi beliou melimpahkannya kepada orang lain agar menshalatinya kemudian ketika islam sudah tersebar luas beliou kembali menshalati mereka dan membayar hutang bagi yang tidak meninggalkan harta.[16]
12. Menshalati orang yang bunuh diri
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini petama tidak peru dishalati ini merupakan mazhab umar bin abdul aziz dan al- auza`l[17] alasan mereka seperti yang tertera dalam hadisjabir bin syamrah ia berkata seorang laki-laki yang mati bunuh diri dengan memakai masyaqish didatangkan kepada nabi tetapi beliou tidak mau menshalatinya.[18] Pendapat kedua pendapat ini dikatakan oleh al- hasan, an- nakhai, qatadah, malik, abu hanifah, asy-syafii` dan jumhur ulama. Mereka membantah pendapat yang pertama dengan dalil yang sama yaitu bahwa nabi tidak menshalati jenazah yang bunuh diri adalah untuk mencegah manusia tidak melakukan perbuatann itu. Namun kemudian dishalati oleh sahabat hal ini sama persis dengan ketika rosul meninggalkan menshalati jenazah yang mempunyai hutang sebagai pencegah ogarorang lain tidak meremehkan masalah hutang dan segera melunasinya lalu beliou menyuruh para sahabat untuk menshalatinya dengan berkata shalatilah teman kalian. Al- qadhi berkata ulama mengatakan bahwa shalat jenazah diperuntukan setiap muslim baik yang mati karna hukuman, rajam, bunuh diri, ataupun anak dari hasil zina.[19] Ketiga hendaknya orang-orang yang memiliki kemulyaan dan kebaikan tidak menshalatinya pendapat ini dating dari malik dan yang lainnya.[20]
13. apakah orang yang mati syahid dalam peperangan dishalati
pendapat pertamana tidak dishalati ini merupakan pendapat syafii`, malik, dan slah satu riwayat dari ahmad mereka berpedoman pada dalil hadis anas bahwa para sahabat perang uhud tidak dimandikan namun dikubur bersama darah mereka serta tidak dishalati kecuali hamzah.[21]
Pendapat kedua dishalati ini merupakan madzhab abu hanifah, ats- tsauri, hasan dan pendapat al- atrah mereka berpedoman kepada hadis uqbah bin amir bahwa nabi melaksanakan salat jenazah terhadap syuhada perang uhud setelah berlangsung delapan tahun shalatnya terhadap mayit seperti perpisahan bagi yang hidup dan yang mati.[22] Dan banyak dalil lainnya yang sanadnya tidak bersih dari keritikan.
Pendapat ketiga boleh shalat jenazah boleh juga tidak jika menshalitanya maka hal itu adalah baik. Dan jika meninggalkannya hal itu juga terhitung baik. Ini adalah pendapat ibnu hazm yang demikian merupakan salah satu riwayat dari ahmad yang dibenarkan oleh ibnu qoyim adapun syahid yang bukan karna perang diperlakukan seperti kematian pada umumnya yaitu dimandikan dan dishalati.
14. Shalat gaib
Pendapat pertama shalat gaib itu dibolehkan ini merupakan pendapat as- syafii` dan ahmad dalam salah satu riwayatnya sandaran untuk pendapat ini adalah bahwa nabi mengabarkan kematian an-najasy kepada para sahabat pada hari kematiannya lalu beliou keluar menuju mushala kemudian bertakbir empat takbir.[23]
Pendapat kedua shalat gaib itu tidak diperbolehkan karena nabi melakukan shalat gaib hanya khusus untuk an-najasy saja dan bukan untuk umum demikian yang menjadi pendapat malik dan abu hanifah.
Pendapat ke tiga yaitu menurut ibnu taimiyah dan ibnu utsaimin mereka merincinya menjadi pertama boleh melakukan shalat gaib terhadap orang yang meninggal didaerah yang tidak ada orang menshalatiya jika sudah ada yang menshalatinya tidak perlu menshalatinya lagi karena kewajiban itu telah gugur dengan apa yang telah dilakukan kaum muslimin alasan mereka tidak ada alasan yang mngharuskan nabi melakukan shalat gaib kepada an- najasy saja sebab an- najasy wapat dinegri kaum musyrikin yang tidak mungkin ada yang menshalatinya walaupun ada sebagian yang sudah beriman tapi mereka tidak mengetahui tatacara shalat jenazah.[24]
15. Larangan menshalato orang kafir
Ini berdasar pada firman Alloh swt Qs at- taubah : 84 dan firman Alloh swt yang lainnya seperti yang terdapat dalam Qs at- taubah 113-114
16. Shalat jenazah terhadap anak-anak kaum musyrikin
Tidak dibolehkan karena mereka dihukumi seperti orang tuanya kecuali apabila kia menghukuminya islam baru kita bias menshalatinya seperti ada slah satu orang tuanya yang masuk islam ataupun anak itu meninggal terpisah dari orangtuanya ia dishalati. Namun apabila tidak diketahui dia islam atau tidak ulam condong untuk melihat ciri-cirinya seperti khitan, pakaian yang digunakan atau tanda lain yang menjadi tanda khas orang islam. Jika didapati yang demikian maka ia dimandikan dan dishalati demikian nash ahmad.
17. Jika bercampur antara jenazah muslim dan kapir
Pendapat pertama menshalatinya dan tidak perlu dipisahkan dengan niat hanya menshalati jenazah orang-orang muslim saja demikian pendapat malik, syafii` dan ahmad.
Pendapat kedua menurut abu hanifah apabila jumlah jenazah muslimin lebih banyak maka dimandikan dan dishalati. Namun apabila jumlah muslimin lebih sedikit maka tidak mandikan dan dishalati kecuali diketahui ada slah seorang yang muslim dengan tandanya dan apabila jumlahnya sama maka tidak perlu dishalati karena shalat terhadap orang kafir itu trelarang sehingga dalam hal ini boleh untuk tidak menshalati sebagian kaum muslimin yang ada.
18. Tempat jenazah dishalati
Disunahkan melaksanakan shalat jenazah di mushala dengan alasan dari abu habib bahwa mushala untuk melakukan shlat jenazah yang ada dimadinah berdampingan dengan mesjid an- nabawi dari arah timur.[25] Dan dimanapun tempat yang tersedia ntuk melakukan shalat jenazah hanya saja nabi lebih banyak melaksanakannya di mushala.
19. Shalat jenazah dimesjid
Pertama makruh ini merupakan pendapat malikiah dan hanafiah dasarnya adalah hadis abu hurairah bahwa rosululloh saw bersaba barang siapa melakukan shalat jenazah dimesjid maka tidak mendapat apa-apa.[26]
Kedua mubah ini merupakan madzhab hambali mereka berpedoman pada hadis aisyah bahwa ia berkata tidaklah rosululloh saw menshalati jenazah suhail bin baidha kecuali dimesjid.[27]
20. Shalat jenazah dikuburan
Pertama boleh ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari para shabat nabi dan generasi setelahnya termasuk perkataan ibnu Mubarak, as- syafii`, ahmad, ishaq, ibnu hazm dan yang lainnya. Mereka berdasar pada dalil hadis ibnu abbas bahwasannya rosululloh saw melaksanakan shalat jenazah dikuburan beliou bertakbir empat kali takbiran.[28]
Kedua tidak boleh melakukan shalat jenazah dikuburan secara mutlaq.
Ketiga tidak boleh melakukannya kecuali jika jenazah itu tidak dishalati sebelumnya pendapat ini datang dari an- nakahi, abu hanifah, dan malik mereka berdasar pada dalil adanya nash tambahan pada hadis abu hurairah diatas. Tentang aswad yang dishalati oleh nabi dikuburannya yaitu sesungguhnya kuburan ini penuh lagi gelap bagi penghuninya dan Allaoh meneranginya karena shalatku.[29] Dan mereka berpendapat bahwa shalat jenazah dikuburan merupakan kekhususan bagi nabi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam shalat jenazah
1. Jumlah takbir
a. Empat takbiran
Dari abu hurairah bahwa nabi saw mengabarkan kematian an- najasy kepada orang-orang pada hari kematiannya lalu beliou keluar menuju tempat untuk menshalatinya dan bertakbir empat kali takbiran. Pendapat ini dikeluarkan oleh umar bin khatab, ibnu umar, zaid bin tsabit, hasan bin ali, abnu abu aufa, al- bara` bin azid, adu hurairah, ibnu amir, Muhammad bin hanafiyah, attha at- tsauri, ahmad, ishaq, malik dan ahlur- ra`yi serta ibnu Mubarak dan as-syafii`.[30]
b. Lima takbir
Diriwayatkan bahwa ali pernah melakukan enam takbir ketika menshalati jenazah yang meninggal saat perang badar. Enam takbir terhadap sahabat rosululloh dan empat takbir kepada semua orang.[31] Imam attirmidi mengomentari shalat jenazah dengan lima takbir bahwa sebagian ulama shalat jenazah dengan lima takbir
c. Tujuh takbiran
Terdapat riwayat yang derajatnya dhaif dari ibnu abbas r. a. ia berkata rosululloh pernah memerintahkan para sahabat pada perang uhud untuk menghadirkan para syuhada lalu beliou menshalatinya waktu itu didatangkan kepadanya Sembilan jenazah ditambah jenazah hamzah, rosululloh bertakbir tujuh takbiran setelah selesai orang-oang mengangkat jenazah itu selain jenazah hamzah lalu didatangkan lagi Sembilan orang untuk dishalati kemudian beliou saw melaksanakn shalat dengan tujuh kali takbiran.[32]
d. Sembilan takbiran
Dari abdulloh bin jubair r. a rahwa rosululloh saw memerintahkan untuk mrnghadirkan mayat hamzah pada perang uhud kemudian nabi memberikan kain penutup lalu menshalatinya beliou menshalatinya dengan Sembilan kali takbiran setelah itu didatangkan kepadanya jenazah yang lain tanpa menyingkirkan jenazah yang ada lalu beliou menshalatinya secara bersamaan.
Tetapi perbedaan itu mengkrucut seiring makin bertambahnya luas wilayah islam dan umatpun sepakat shalat jenazah dengan empat kali takbiran.
2. Jika meninggalkan takbir dalam shalat jenajah
Apabila meninggalkannya karena lupa maka ia segara bertakbir dan salam. Tetapi apabila imam meninggalkannya karena disengaja maka shalatnya batal karena tidak ada syaria`t sujud sahwi dalam shalat jenazah.
3. Haruskah mengangkat kedua tangan
Tidak ada keharusan yang shahih atau marfu dari nabi dalam masalah ini dan pendapat ulama terbagi dua.
Pertama mengangkat tangan hanya ditakbir yang pertama saja demikian madzhab ats- tsauri. Riwayat dari adu hanifah, malik, ibnu hazm yang dipilih oleh al- bani yang dijadikan dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu abbas bahwa rosululloh saw mengangkat kedua tangannya diawal takbir ketika shalat jenazah kemudian tidak mengulanginya.[33]
Kedua mengangkat tangan disemua takbir demikian pendapat mayoritas ulam, as- syafii`, ahmad dan ishaq dari riwayat abuhanifah dan malik mereka berpegang pada hadis yang diriwayatkan dari umar bahwa jika nabi melaksanakan shalat jenazah mengangkat tangannya disetiap takbir.[34] Yang benar hadis inu sukuti pada ibnu umar.
4. Doa iftitah dalam shalat jenajah disyariatkan?
Jumhur ulama berpendapat bahwa doa iftitah dalam shalat jenazah tidak disyariatkan bahkan madzhab syafii`yah dan hambaliah mengatakan shalat jenazah itu harus bertakbir, membaca taa`wwudz dan qiraa`h.
At- tasauri menambahkan boleh huukumnya membaca do`a iftitah dalam shalat jenazah.
5. Membaca surat al- fatihah
Pertama membacanya wajib demikian madzhab as- syafii`, ahmad, ishaq, abu daud, ibnu hazm, dan yang dkatakan oleh ibnu abbas serta umamah dalilnya tidaksyah shalat seseorang yang tidak membaca al- fatihah.[35] Mereka berpendapat penyebutan kata shalat mencakup juga shalat jenazah.
Kedua tidak ada satu bagianpun dalam shalat jenazah untuk membaca al- quran ini adalah pendapat ats- tsauri , al- zauzai`, abu hanifah, malik yang diambil dari perkataan ibnu umar dan ubaidillah dalil mereka adalah
a. Amalan penduduk madinah dimana mereka tidak membaca apapun dalam shalat jenazah (madzhab maliki).
b. Apa yang dilakukan oleh ibnu umar bahwa ia tidak membaca apapun saat melaksanakn shalat jenazah.
Pendapat pertama adalah pendapat yang paling rajih
6. Shalawat atas nabi
Disunahkan membaca shalawat atas nabi berdasar pada hadis abu umayah bahwa seorang laki-laki dari sahabat nabi menggambarkan disunahkannya dalam shalat jenazah yaitu imam bertakbir, kemudian membaca al-fatihah secara sirri, lalu bershalawat atas nabi dan mendoakan mayit setelah takbir ke tiga dengan penuh ikhlas dan diantanya tidak ada bacaan apapun lalu salam dengan suara pelan. Adapun redaksi shalawat atas nabi yang paling lengkap adalah seperti pada bacaan tasyahud.
7. Berdo`a untuk mayit setelah selesai takbir yang ketiga dan ke empat
Disunahkan mendoakan mayit berdasar pada hadis dari abu hurairoh r. a. ia berkata saya pernah mendengar rosululloh saw bersabda jika kalian menshalati jenazah maka doakanlah dia dengan penuh ikhlas.[36]
8. Salam
Pertama hanya satu kali salam berdalil pada sebuah riwayat shahih yang datang dari ibnu umar dan wasilah bin asqa bahwa mereka hanya melakuknnya dengan satu kali salam.
Kedua ini merupakan pendapat juhur ulama dalilnya adalah salatlah kalian sebagaimana kalian melihaku shalat.
9. Makmum yang masbuk dalam shalat jenazah
Apabila ketinggalan maka ia mengqadanya setelah imam selesai ini merupakanpendapat as- syafii` dan ahluraji`.
Dalilnya adalah sabda rosululloh saw apa yang kamu dapatkan maka shalatlah dan apa yang luput darimu maka sempurnakanlah.[37] Sebagian ulama juga berpendapat apa yang ketinggalan tidak usah diqada ahmad berkata jika tidak mengqada maka yang demikian tidaklah mengapa.
Lapadz-lapadz niat dalam shalat jenazah
a. Untuk jenazah laki-laki dewasa
Usolli ala hadal mayyiti arbaa` takbirotin farda kifayati lillahitaa`la.
b. Untuk jenazah perempuan dewasa
Usolli ala hadihil mayitati arbaa` takbirotin farda kifayati lillahitaa`la
c. Untuk jenazah anak laki-laki
Usolli ala hadal mayyiti tiflati arbaa` takbirotin fardo kifayati lillahi taa`la.
d. Untuk jenazah anak perempuan
Usolli ala hadihil mayyitati tiflati arbaa` takbirotin farad kifayatin lillahi taa`la.
e. Untuk jenazah tiga atau lebih yang sekaliguskan
Usolli ala hadihil amwati arbaa` takbirotin farad kifayati lillahi taa`la.
f. Untuk jenazah dua disekaliguskan
Usolli hadainil mayyitaini arbaa` takbirotin farad kifayati lillahi taa`la.
g. Untuk jenazah yang gaib
Usolli ala mayyitil ghaibi arbaa` takbiratin farad kifayati lillahi taa`la.
h. Untuk jenazah yang ghaib tetapi ditentukan
Usolli ala mayyiti Fulanil ghaibi arbaa` takbiratin farda kifayati lillahi taa`la.
i. Untuk jenazah yang ghaib banyak dan tidak ditentukan
Usolli man matal yauma wagsila minal muslimina arbaa` takbirotin farda kifayati lillahi taa`la.
j. Untuk hadiyah kpda mayyit
Usolli sunnatal hidyati rokataini lillahi taa`la allohu akbar.
Do’a shalat zenajah.
Ini dilakukan stelah takbir yang ketiga
Allahummaghfir lahu (lahaa) warhamhu (haa) wa’aafihii (haa) wa’fu ‘anhu (haa) wa akrim nuzulahu (haa) wawassi’ madkhalahu (haa) waghsilhu (haa) bil-maa’I watstsalji wal-baradi wa naqqihi (haa) minal-khathaayaakamaa yu-naqqats-tsaubul-abyadhu minad-danasi wa abdilhu (haa) daaran khairan min daarihi (haa) wa ahlan khairan min ahilihi (haa) wa zaujan khairan min jaujihii (haa) wa qihi (haa)fitnatal-qabri wa ‘adzaaban-naar.
Jika mayit anak-anak Do’anya sebagai berikut:
Allahummaj’alhu farathan li abwaihi wa salafan wa wa dzukhran wa ‘izhatan wa’tibaaran wa syafii’an wa tsaqqil bihii mawaaziinahumaa wafrighish-shabara ‘alaa quluubihimaa wa laa taftinhumaa ba’dahu wa laa tahrim humaa ajrahu.
Do`a ini dilakukan setelah takbir yang keempat
Allahumma laa tahrimnaa ajrahu wa laa taftinna ba’dahu waghfir lanaa wa lahuu wa li ikhwaaninal-ladziina sabaquunaa bil-iimaani wa laa taj’al fii quluubinaa ghilla lilladziina aamanuu rabbanaa innaka ra’ufurahiim.
Do`a setelah shalt jenazah
Allohumma shalli`la syaiddina muhammadin wa`alaali sayyidina Muhammad. Allohumma bihaqqil fatihati i`tiq rikobana wariqaba hadal mayiti (hadihil mayyitati) minannar 3x. allohumma anzilirrahmata wamagfirota alahadalmayyiti (mayitati) waqabrohu (haa) raudhatan minal jannati. Walatajalhu (lahaa) hufratan minaniron wasallallohu ala khoiri kholqihi syyidina Muhammad waalihi washahbihhi azmaina.
[1] HR. Al-Bukhari (1251s) dan A-Nasai` (1960)
[2] Shahih HR Muslim (945)
[3] Al-Majmu` (5/225)
[4] Shahih HR Al bukhari (1332) dan Muslim (964)
[5] Dihasankan oleh al- bani HR. abu daud (3.150)
[6] Mursah HR. ibnu abi syaibah (4.013)
[7]Al-muhala ibnu hazm (5/138) masalah (580)
[8] Al- majmu` (5/214)
[9] Al- ijma halm 30
[10] Syarah as- sunah al- baghawi (5/373)
[11] Syarah as- sunah al- baghawi (5/373)
[12][12] Shahih HR bukhari (3.208) dan muslim (2.643)
[13] Shahih HR Muslim (928)
[14] Al-mudawwanah (1/165), Al- mugni (2/355)
[15] Shahih HR Al bukhari (2.298) dan muslim (1.619)
[16] Syarah An- nawawi (11/60)
[17] Muslim, Syarah An- nawawi (7/47)
[18] Shahih HR Muslim (978)
[19] Syarah Muslim, an- nawawi (7/47)
[20] Syarah Muslim, An-nawawi (7/47)
[21] Dihasankan oleh al- bani HR daud (3173)
[22] Shahih al- bukhari (4042) dan HR muslim (2296)
[23] Shahih HR Muslim (951)
[24] Syarah al- mumti` ibnu qosyim (1/197)
[25] Fath al- bari (3/477)
[26] Dishahihkan oleh Al- bani HR abu daud (3191)
[27] Shahih HR Muslim (973)
[28] Shahih Al- bukhari (1247) Muslim (954)
[29] Ditambahkan oleh muslim (956)
[30] Al- majmu (5/129) syarh s- sunah (5/342-343)
[31] Shahih HR. ibnu abi syaibah (454)
[32] Dhaif HR. ath- shahawi
[33] Dhaif HR. ad- daruquti` (2/75)
[34]Dihukumi mauqup HR. ad- darutuhi`
[35] Shahih desebut berulang-ulang dalam shalat
[36] Shahih HR. abu daud (3197)
[37] Shahih HR. al- bukhari (635)
Komentar
Posting Komentar