makalah piqih surat at-taubah ayat 60


MAKALAH PIQIH
TUGAS
TAFSIR  SURAT AT-TAUBAH AYAT 60



STAI
 






NAMA : JAJANG ABDUL HAMID
NPM : 11.01.01.082
JURUSAN : USHULUDDIN
 
 AL-MUHAJIRIN





SEKAPUR SIRIH


Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa. Atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya kita dapat mengerjakan tugas Makalah Piqih sebagai bagian dari implementasi tugas  setiap mahasiswa STAI Al-Muhajirin.
Alhamdulillah makalah ini dapat saya kerjakan. Walaupun terdapat banyak kekurangan di dalamnya, mudah-mudahan makalah ini bisa dijadikan salah satu bahan telaah bagi semua pihak yang berkepentingan.

            Akhir kata mudah- mudahan makalah ini bermampaat bagi kita semuanya dan menjadikan wasilah bermampaatnya ilmu kita khususnya dan menjadikan khasan tambahan bagi para pembaca. Saya sangat membuka hati menerima kritik dan saran atas makalah saya ini untuk dijadikan tonggak penopang untuk hidup yang lebih baik.
Purwakarta, 08 April  2012


Jajang Abdul Hamid











DAFTAR ISI
Sekapur sirih
Bab I
1.      TAFSIR JALALAIN                                                             1                                                                                                   
2.      TAFSIR IBNUKATSIR                                                        7                                                         
3.      PENAFSIRAN MENURUT MUJTAHID                            10
Bab II
Penutup                                                                                14
Daftar Pustaka                                                                      15


















A.    Tafsir Jalalain
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk yang berada di jalan Allah dan untuk orang yang sedang di dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat , kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah –lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
Maksud dari ayat ini adalah zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.Para ulama’ berbeda pendapat berkaitan dengan delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat harus meliputi semuanya, atau sebatas yang memungkinkan. Dalam hal ini terdapat dua pendapat :
  • Pertama, harus meliputi semuanya. Ini adalah pendapat Imam As-Syafi’I dan sekelompok ulama’.
  • Kedua, tidak harus semuanya. Harta zakat boleh diberikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama’ salaf dan khalaf, di antaranya, Umar, Hudzaifah, Ibnu Abbas, Abul ‘Aliyah, Said bin Zubair dan Mimun bin Mihran. Ibnu Jabir berkata, “Ini adalah pendapat sebagian besar ulama’.
Penyebutan kelompok-kelompok dalam ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mereka yang berhak, bukan karena keharusan memenuhi semuanya.

Masharif Zakat

Pertama dan kedua, لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِين
Pada dasarnya kedua keadaan tersebut adalah sama dan sejenis, akan tetapi fakir keadaannya lebih memprihatinkan dari pada miskin, sehingganya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan fakir lebih dahulu dari pada miskin dalam ayat tersebut. Di bawah ini kami akan sebutkan beberapa perbedaan dan pengertian antara fakir dan miskin.
Imam Abu Ja’far berkata : Zakat hanyalah untuk orang fakir dan miskin.
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai siapakah yang disebut dengan orang fakir dan miskin itu :

  • Waqi, Ibnu Jarir, As’as dan Hasan berpendapat, “Bahwasanya yang disebut dengan fakir ialah orang yang tidak punya apa-apa sedangkan ia hanya berpangku tangan dirumahnya, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya tetapi ia masih berusaha untuk mencukupi kehidupannya”.
  • Mujahid, “Fakir ialah orang tidak punya tetapi ia tidak minta-minta, sedangkan miskin ialah orang tidak punya dan ia meminta-minta.
  • Orang fakir ialah orang tidak punya dan ia berhijrah, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya dan ia tidak berhijrah.
  • Fakir ialah orang yang tidak mendapatkan apa-apa, atau hanya mendapatkan sebagian kecil dari kebutuhannya.
  • Miskin ialah seseorang yang mendapatkan atau bisa memenuhi sebagian besar dari kebutuhannya, namun tidak mencukupi secara keseluruhan. Jika ia dapat mencukupi secara kesuluruhan maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang kaya.
Ketiga, .       الْعَامِلِين
Masharif zakat yang ketiga adalah amil zakat, yaitu orang bertugas mengelola atau mengambil zakat dari orang-orang yang berhak mengeluarkan zakat kemudian membagikannya kepada orang yang berhak pula. Mereka berhak mendapatkan bagian zakat. Seorang Amil tidak boleh dari kerabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena mereka tidak berhak menerima zakat berdasarkan hadits shahih dari yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdul Muthalib bin Rabi’ah bin al-Harits, bahwa ia dan Fadl bin Abbas memohon kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “ Sesunguhnya zakat itu tidak dihalalkan bagi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan keluarganya. Sesungguhnya zakat itu adalah kotoran (harta) manusia.”
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai kadar yang diberikan kepada amil zakat :
  • Dlohak ia berpendapat bahwasanya amil zakat mendapatkan seperdelapan dari zakat.
  • Yunus, Ibnu Wahab dan Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa seorang amil mendapatkan sesuai dengan kadar apa yang dikerjakannya.
Adapun pendapat yang paling shahih dan mendekati kebenaran menurut Ibnu Jarir dalam kitabnya Jami’ul Bayan adalah pendapat yang kedua, yaitu seorang amil diberikan zakat sesuai dengan kadar apa yang telah diperbuatnya.

Keempat, الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ
Yaitu orang-orang yang perlu dilunakkan hatinya kepada Islam, supaya mereka memberikan sumbangsinya kepada Islam, atau Rais kaum yang baru masuk Islam dan dia diberikan zakat supaya mereka menegetahui bahwasanya agama Islam adalah agama yang benar dan shalih, dan supaya bertambah keimanannya.


Diantara mereka yang dilunakkan hatinya pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Sufyan bin Harb, Uyainah bin Badr dan Aqra’ bin Habis.
Mereka ada tiga golongan :
  1. Yang dilunakkan hatinya supaya masuk Islam.
  2. Mereka yang masih lemah keislamannya atau lmannya.
  3. Mereka yang diberi zakat untuk mencegah kejelekan yang mereka timbulkan buat kaum mukminin.
Kelima, الرِّقَابِ
Yaitu budak-budak yang sedang dalam proses memerdekakan diri, atau membeli diri mereka dari majikannya. Mereka dimerdekakan dan dibantu dengan harta zakat. Diriwaytakan dari Hasan al-Bashri ,Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Said bin Zubar an-Nakha’I, az-Zuhri dan Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud dengan riqab adalah “al-Mukatib” yaitu hamba sahaya yang mengadakan perjanjian bebas.
Keenam, َالْغَارِمِين
Yaitu orang yang terlilit utang tetapi bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian ia tidak bisa melunasi hutangnya tersebut. Mujahid berkata, “AlGharimin ialah orang yang terbakar rumahnya, kemudian ia berhutang untuk membangun kembali rumahnya.” Wajib bagi seorang Imam memerinya harta atau zakat dari Baitul Mal.
Dalam keadaan ini ada dua golongan :
  1. Berhutang untuk kebaikan orang yang berselisih sehinga diberi sesuai dengan kadar utangnya.
  2. Berutang untuk pribadi, yakni menanggung banyak utang tapi tidak mampu membayarnya.
  3. Orang yang mempunyai tanggungan denda atu hutang yang harus dipenuhi, sedangkan untuk memenuhinya ia harus menguras harta kekayaannya atau ia harus berhutang kepada orang lain, atau berhutang dan melakukan kemaksiatan lalu ia bertaubat. Maka orang yang seperti ini diberi zakat.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari bu Sai’d Al-Khudri ia berkata, “Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ada seseorang yang menderita banyak kerugian karena buah-buahan yang barui saja dibelinya terkena hama, hingga hutangnya menumpuk. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersedekahlah kepadanya,” maka orang-orangpun bersadaqah kepadanya, akan tetapi tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada para piutang tersebut, “Ambillah apa yang kalian dapati, hanya itu saja bagaian yang kalian dapatkan. (HR. Muslim).




Ketujuh, وَفِي سَبِيلِ اللَّه
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai pengertian fi sabilillah dalam ayat tersebut :
  • Abu Yusuf berkata, “Yang dimaksud adalah orang yang berjihad atau di  dalam peperangan (mujahidin) yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dan melawan musuh-musuh-Nya.”
  • Muhammad, “Orang yang berhaji.”
  • Sebagian ulama’ berpendapat mereka adalah orang yang sedang menuntut ilmu.
  • Adapun yang paling mendekati kebenaran adalah setiap orang yang berusaha untuk taat kepada Allah dan orang-orang yang berada di jalan kebenaran. Wallahu ‘alam bi Shawab.
Kedelapan, وَاِبْنِ السَّبِيلِ
Ialah seorang musafir di suatu negeri yang bekalnya tidak mencukupi untuk dipakai pulang ke negerinya meskipun ia orang kaya, maka ia diberi bagian zakat yang mencukupi untuk pulang ke negerinya. Begitu pula dengan orang yang ingin bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka ia diberi dari bagian zakat untuk perbekalannya pergi dan pulang. Namun ia tidak diperbolehkan mengambil lebih dari kebutuhannya.

فَرِيضَةً مِن اللَّهِ َ
Maksudnya ialah pembagian ini adalah langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diwajibkan kepada orang yang mempunyai harta dari orang muslimin. Allah Maha  Mengetahui kemaslahatan mahluknya terhadapa apa saja yang diwajibkan kepada mereka, tidak ada sesuatu apapun yang samar bagi-Nya. Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan zakat pada kaum muslimin melainkan ada maslahat di dalamnnya. Dialah Maha Bijaksana yang mengatur segala sesuatu.

وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dari kedelapan masharif zakat tersebut, bisa disimpulkan dalam dua hal :
  1. Orang yang diberi zakat untuk memenuhi kebutuhannya.
  2. Orang yang diberi zakat dengan tujuan untuk kemaslahatan bagi Islam dan muslimin.
B.     Tafsir ibnu katsir
Alloh Swt menuturkan prote kaum munafikin yang bodoh terhadap nabi Saw. Dan celaan mereka terhadap pembagian zakat. Alloh menjelaskan bahawa belioulah yangmembagikan zakat itu, menjelaskan hukumnya, mengurus urusannya, dan dia tidak mewakillkan pembagiannya kepada seorangpun selain dia. Beliou membagi-bagikan zakat kepada orang-orangtersebut sebagaiman diriwaytkan oleh Imam Abu daud dari Ziad bin Harits ash-shada`I r. a dia berkata “aku dating kepada nabi saw lalu aku berjanji setia kepadanya.

Kemudian datanglah seorang sambil berkata, “berilah aku bagian dari sedekah. Beliou bersabda kepadanya, Sesungguhnya Alloh tidak menyukai hokum zakat dari seorang nabi dan tidak pula dari selainnya, sebelum Dia menetapkan hukumnya. Kemudian beliou membaginya menjadi delapan golongan. Jika kamu termasuk salah satu dari bagian itu, maka aku memberimu.”
Para ulam beriktilafdalam membagian zakat ini apakah ahrus kepada seleruhnya atau hanya sebagian saja? Menerut pendapatyang paling kuat tidak wajib memeberikan zakat kepada seloroh golonagan, namun cukup menyerahkan kepada salah satu dari delapan golongan itu dan seluruh zakat dapat saja diberikan kepadany, walaupun masih terdapat golongan yang lain. Inilah pendapat Imam Malik dan sekelompok Ulama salafdankhalaf
Sehubungan dengan golongan kaum fakir, maka diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: rasulalloh saw bersabda “tidak halal zakat bagi orangkaya dan tidak pula bagi orang yang memiliki kekuatan mafan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud an tirmidzi.
Yang dimaksud golonagn miskin, maka diriwayatkan dari Abi Khurairah bahwasannya Nabi saw bersabda “orangt-orang miskin bukanlah orang yang suka berkeliling kepada manusia dan dapat disuruh pulang setelah diberi satu atau dua suap, sebiji atu dua biji kurma. “para sahabat bertanya, “wahai  rasulalloh lalu siapakah miskin itu? “beliou bersabda, “orang yang tidak memiliki biaya yang mencukupi kebutuhan dasarnya, tidak memiliki keckapan, dan tidak suka meminta-minta apa pun kepada manusia. Maka dia dapat diberi zakat.’
Yang dimaksud amlin ialah orang yang mengumpilkan dan mengupayakan zakat.  Amilin tidak boleh dari kalangan kerabat Rasulalloh saw karena zakat diharamkan atasmereka. Sebagaiman keterangan dalamm shahih muslim dari Abdul Muthalib dari rabia`h bin al-Harits bahwasannya dia adan al-fadhal bin Abbas memohon kepada rasulalloh saw agar dipekerjakan sebagai pengurus zakat. Maka, beliou bersabda “sesungguhnya zakat itu tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarganya. Zakat itu merupakan daki manusia.
Mualaf terbagi kepada beberapa kategori. Diantaranya ada yang diberi supaya masuk islam sebagai mana Nabi saw memberi kepada sofyan bin Umayah. Golongan muallaf lainnya yang diberi akat supaya Islamnya bagus dan hatinya kokoh sebagaiman Nabi saw memberi seratus unta dalam Peristiwa Hunain kepada sekelompok orang yang menjadi teman dan pemuka kaum yang membebaskan diri.
Apakah orang yang dibujuk kepada islam boleh diberi zakat sepeninggal Nabi saw? Mengenai hal ini ikhtilaf. Pendapat yang lebih kuat adalah hadisyang diriwayatkan dari Umar , Amir, Sya`bi dan sekelompok ulam bahwasannya mualaf itu tidak boleh diberi zakat sepeninggal Rasulalloh saw karena Alloh telahmemulyakan islam dan pemeluknya, menghunikan mereka diberbagai negri, dan menundukan parahamba kepada mereka. Jika faktot-faktor membujukan hati terulang maka zakat dapat diberikan kepada mualaf.


Sehubungan dengan hamba sahaya bahwa yang dimaksud disini adalah hamba sahaya yang mukatap adaikan dia telah merdeka maka lebih berhak menerimanya karena bersifat umumdari pada pemberian kepada mukatab atau hamba yang baru dibeli. Hal itu tiada lain karena pembalasan itu dari perbuatan sejenis. Alloh swt berfirman “dan tidaklah kamu dibalas menurut apa yang dahulu kamu lakukan.”
Yang dimaksud gharimin terbagi dalam beberapa kelompok. Diantaranya ada yang memikul beban berat, menanggung hutang yang wajib dibayarnya sehinggamenghabiskan hartanya, ataupun dia mengalami kebangkrutan, ataupun dia menghabiskan hartanya kemaksiatan kemudian diabertobat, maka yang demekian ini dapat menerima zakat.
Yang dimaksud sabilillah diantaranya ialah orang-orang yang berperang sedang mereka tidak memilik,I bagian dari pembagian untuk dewan pimpinan. Menurut Imam Ahmad, al-Hasan, dan Ishak bahwa orang yang berhaji juga termasuk sabilillah.
Adapun Ibnu sabil ialah oaring yang bepergian melintasi negeri. Dia tidak memiliki bekal dalam perjalananya. Dia berhak menerima zakat sekedar untuk memenuhi kebutuhannya sehingga sampai dinegrinya, walaupun dia memiliki harta. Hal ini juga berlaku terhadap orang yang merencanakan bepergian jauh sedang dia tidak memiliki bekal, mak dia dapat diberi zakat sekedar memenuhi biaya pergi dan pulangnya.
Dalil atas ketentuan tersebut adalah ayat diatas dan hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud dan Ibnu Majjah dari Abi sai`d r. a dia berkata; rosululloh saw bersabda , “zakat tidak dihalalkan bagi orang kaya kecualibagi lima golonagn: orang yang mengurus zakat, orang yang membelinya dengan hartanya, orang yang berhutang, orang yang berperang dijalan Alloh, atau orang miskin yang menerima zakat kemudian sebagiannya diberikan kepada orang kaya.”
C.    Mujtahid
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ 60
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir
Setelah Allah menerangkan pada ayat-ayat yang lalu tentang beberapa hal yang berhubungan dengan tingkah laku orang-orang munafik antara lain tentang keinginan mereka untuk menerima pembagian harta zakat meskipun mereka tidak berhak menerimanya, namun demikian mereka mencela Nabi dan tidak berlaku adil, maka pada ayat ini Allah menerangkan dengan tegas tentang golongan yang berhak menerima zakat itu.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60
(Sesungguhnya zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan (hanyalah untuk orang-orang fakir) yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka (orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka (pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya (para mualaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk Islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum Muslimin. Mualaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafii jenis mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zaman Imam Syafii) tidak berhak lagi untuk mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis mualaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut pendapat yang sahih (dan untuk) memerdekakan (budak-budak) yakni para hamba sahaya yang berstatus mukatab (orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafal fariidhatan dinashabkan oleh fi'il yang keberadaannya diperkirakan (Allah; dan Allah Maha Mengetahui) makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam penciptaan-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan di antara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari Bani Mut
halib.

























BAB II
PENUTUP
Dari uraian diatas kita dapat dengan jelas membedakan mana saja yang behak menerima jakat, serta kita lebih tau betul siapa yang wajib menerimanya taupun yang haram menerimanya. Saya sangat mengharapkan sekali keritikan dari rekan-rekan semua semoga makalh ini bagi saya dan rekan-rekan semuanya.

























Daftar Pustaka
Ar-Rifai Muhammad Nasib. Ringakasan tafsir Ibnu katsir jilid 2. Jakarta : Gemma Insani
Tafsir al-mujtahid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan Tasawuf Dalam Syari`at Islam

Islam Sebagi Produk Budaya

Landasan Pendidikan dan Asas Pendidikan di Indonesia