makalah piqih surat at-taubah ayat 60
MAKALAH PIQIH
TUGAS
TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT
60
![]() |
NAMA : JAJANG ABDUL HAMID
NPM : 11.01.01.082
JURUSAN : USHULUDDIN
|
AL-MUHAJIRIN
SEKAPUR SIRIH
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi
Allah Yang Maha Esa. Atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya kita dapat mengerjakan tugas Makalah Piqih sebagai bagian dari
implementasi tugas setiap
mahasiswa STAI Al-Muhajirin.
Alhamdulillah makalah ini dapat
saya kerjakan. Walaupun terdapat
banyak kekurangan di dalamnya, mudah-mudahan makalah ini bisa dijadikan salah satu bahan telaah bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Akhir
kata mudah- mudahan makalah ini bermampaat bagi kita semuanya dan menjadikan
wasilah bermampaatnya ilmu kita khususnya dan menjadikan khasan tambahan bagi
para pembaca. Saya sangat membuka hati menerima kritik
dan saran atas makalah saya ini untuk dijadikan tonggak penopang untuk hidup
yang lebih baik.
Purwakarta, 08 April 2012
Jajang
Abdul Hamid
DAFTAR ISI
Sekapur sirih
Bab I
1.
TAFSIR JALALAIN 1
2.
TAFSIR IBNUKATSIR 7
3.
PENAFSIRAN
MENURUT MUJTAHID 10
Bab II
Penutup 14
Daftar Pustaka 15
A.
Tafsir Jalalain
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya
zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang
dilunakkan hatinya (mualaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk membebaskan
orang yang berhutang, untuk yang berada di jalan Allah dan untuk orang yang
sedang di dalam perjalanan sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.”
Ayat
ini turun ketika orang-orang munafik yang bodoh itu mencela Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang pembagian zakat , kemudian Allah
menjelaskan bahwa Allah –lah yang mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak
mewakilkan hak pembagian itu kepada selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah membaginya hanya untuk mereka yang
disebutkan dalam ayat tersebut.
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ
Maksud
dari ayat ini adalah zakat-zakat yang wajib, berbeda dengan sadaqah mustahabah
yang bebas diberikan kepada semua orang tanpa ada pengkhususan.Para ulama’
berbeda pendapat berkaitan dengan delapan kelompok ini, apakah pembagian zakat
harus meliputi semuanya, atau sebatas yang memungkinkan. Dalam hal ini terdapat
dua pendapat :
- Pertama, harus meliputi semuanya. Ini adalah pendapat Imam As-Syafi’I dan sekelompok ulama’.
- Kedua, tidak harus semuanya. Harta zakat boleh diberikan kepada satu kelompok saja, meskipun terdapat kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sekelompok ulama’ salaf dan khalaf, di antaranya, Umar, Hudzaifah, Ibnu Abbas, Abul ‘Aliyah, Said bin Zubair dan Mimun bin Mihran. Ibnu Jabir berkata, “Ini adalah pendapat sebagian besar ulama’.
Penyebutan
kelompok-kelompok dalam ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mereka yang
berhak, bukan karena keharusan memenuhi semuanya.
Masharif
Zakat
Pertama
dan kedua, لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِين
Pada
dasarnya kedua keadaan tersebut adalah sama dan sejenis, akan tetapi fakir
keadaannya lebih memprihatinkan dari pada miskin, sehingganya Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyebutkan fakir lebih dahulu dari pada miskin dalam ayat tersebut.
Di bawah ini kami akan sebutkan beberapa perbedaan dan pengertian antara fakir
dan miskin.
Imam
Abu Ja’far berkata : Zakat hanyalah untuk orang fakir dan miskin.
Para
ulama’ berselisih pendapat mengenai siapakah yang disebut dengan orang fakir
dan miskin itu :
- Waqi, Ibnu Jarir, As’as dan Hasan berpendapat, “Bahwasanya yang disebut dengan fakir ialah orang yang tidak punya apa-apa sedangkan ia hanya berpangku tangan dirumahnya, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya tetapi ia masih berusaha untuk mencukupi kehidupannya”.
- Mujahid, “Fakir ialah orang tidak punya tetapi ia tidak minta-minta, sedangkan miskin ialah orang tidak punya dan ia meminta-minta.
- Orang fakir ialah orang tidak punya dan ia berhijrah, sedangkan miskin ialah orang yang tidak punya dan ia tidak berhijrah.
- Fakir ialah orang yang tidak mendapatkan apa-apa, atau hanya mendapatkan sebagian kecil dari kebutuhannya.
- Miskin ialah seseorang yang mendapatkan atau bisa memenuhi sebagian besar dari kebutuhannya, namun tidak mencukupi secara keseluruhan. Jika ia dapat mencukupi secara kesuluruhan maka ia bisa dikatakan sebagai orang yang kaya.
Ketiga, .
الْعَامِلِين
Masharif
zakat yang ketiga adalah amil zakat, yaitu orang bertugas mengelola atau
mengambil zakat dari orang-orang yang berhak mengeluarkan zakat kemudian
membagikannya kepada orang yang berhak pula. Mereka berhak mendapatkan
bagian zakat. Seorang Amil tidak boleh dari kerabat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, karena mereka tidak berhak menerima zakat berdasarkan hadits
shahih dari yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdul Muthalib bin Rabi’ah bin
al-Harits, bahwa ia dan Fadl bin Abbas memohon kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam agar dijadikan sebagai amil zakat, maka Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “ Sesunguhnya zakat itu tidak
dihalalkan bagi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan keluarganya.
Sesungguhnya zakat itu adalah kotoran (harta) manusia.”
Para
ulama’ berselisih pendapat mengenai kadar yang diberikan kepada amil zakat :
- Dlohak ia berpendapat bahwasanya amil zakat mendapatkan seperdelapan dari zakat.
- Yunus, Ibnu Wahab dan Ibnu Zaid mereka berpendapat bahwa seorang amil mendapatkan sesuai dengan kadar apa yang dikerjakannya.
Adapun
pendapat yang paling shahih dan mendekati kebenaran menurut Ibnu Jarir dalam
kitabnya Jami’ul Bayan adalah pendapat yang kedua, yaitu seorang amil diberikan
zakat sesuai dengan kadar apa yang telah diperbuatnya.
Keempat, الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ
Yaitu
orang-orang yang perlu dilunakkan hatinya kepada Islam, supaya mereka
memberikan sumbangsinya kepada Islam, atau Rais kaum yang baru masuk Islam dan
dia diberikan zakat supaya mereka menegetahui bahwasanya agama Islam adalah
agama yang benar dan shalih, dan supaya bertambah keimanannya.
Diantara
mereka yang dilunakkan hatinya pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam adalah Sufyan bin Harb, Uyainah bin Badr dan Aqra’ bin Habis.
Mereka
ada tiga golongan :
- Yang dilunakkan hatinya supaya masuk Islam.
- Mereka yang masih lemah keislamannya atau lmannya.
- Mereka yang diberi zakat untuk mencegah kejelekan yang mereka timbulkan buat kaum mukminin.
Kelima, الرِّقَابِ
Yaitu
budak-budak yang sedang dalam proses memerdekakan diri, atau membeli diri
mereka dari majikannya. Mereka dimerdekakan dan dibantu dengan harta zakat.
Diriwaytakan dari Hasan al-Bashri ,Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz,
Said bin Zubar an-Nakha’I, az-Zuhri dan Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud dengan
riqab adalah “al-Mukatib” yaitu hamba sahaya yang mengadakan perjanjian
bebas.
Keenam, َالْغَارِمِين
Yaitu
orang yang terlilit utang tetapi bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, kemudian ia tidak bisa melunasi hutangnya tersebut. Mujahid
berkata, “AlGharimin ialah orang yang terbakar rumahnya, kemudian ia
berhutang untuk membangun kembali rumahnya.” Wajib bagi seorang Imam
memerinya harta atau zakat dari Baitul Mal.
Dalam
keadaan ini ada dua golongan :
- Berhutang untuk kebaikan orang yang berselisih sehinga diberi sesuai dengan kadar utangnya.
- Berutang untuk pribadi, yakni menanggung banyak utang tapi tidak mampu membayarnya.
- Orang yang mempunyai tanggungan denda atu hutang yang harus dipenuhi, sedangkan untuk memenuhinya ia harus menguras harta kekayaannya atau ia harus berhutang kepada orang lain, atau berhutang dan melakukan kemaksiatan lalu ia bertaubat. Maka orang yang seperti ini diberi zakat.
Hal
ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari bu Sai’d
Al-Khudri ia berkata, “Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
ada seseorang yang menderita banyak kerugian karena buah-buahan yang barui saja
dibelinya terkena hama, hingga hutangnya menumpuk. Maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersedekahlah kepadanya,” maka orang-orangpun
bersadaqah kepadanya, akan tetapi tidak mencukupi untuk melunasi hutangnya.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada para piutang
tersebut, “Ambillah apa yang kalian dapati, hanya itu saja bagaian yang kalian
dapatkan. (HR. Muslim).
Ketujuh,
وَفِي سَبِيلِ اللَّه
Para
ulama’ berselisih pendapat mengenai pengertian fi sabilillah dalam
ayat tersebut :
- Abu Yusuf berkata, “Yang dimaksud adalah orang yang berjihad atau di dalam peperangan (mujahidin) yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dan melawan musuh-musuh-Nya.”
- Muhammad, “Orang yang berhaji.”
- Sebagian ulama’ berpendapat mereka adalah orang yang sedang menuntut ilmu.
- Adapun yang paling mendekati kebenaran adalah setiap orang yang berusaha untuk taat kepada Allah dan orang-orang yang berada di jalan kebenaran. Wallahu ‘alam bi Shawab.
Kedelapan,
وَاِبْنِ السَّبِيلِ
Ialah
seorang musafir di suatu negeri yang bekalnya tidak mencukupi untuk dipakai
pulang ke negerinya meskipun ia orang kaya, maka ia diberi bagian zakat yang
mencukupi untuk pulang ke negerinya. Begitu pula dengan orang yang ingin
bepergian, akan tetapi tidak memiliki bekal, maka ia diberi dari bagian zakat
untuk perbekalannya pergi dan pulang. Namun ia tidak diperbolehkan mengambil
lebih dari kebutuhannya.
فَرِيضَةً
مِن اللَّهِ َ
Maksudnya
ialah pembagian ini adalah langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
diwajibkan kepada orang yang mempunyai harta dari orang muslimin. Allah
Maha Mengetahui kemaslahatan mahluknya terhadapa apa saja yang diwajibkan
kepada mereka, tidak ada sesuatu apapun yang samar bagi-Nya. Tidak mungkin
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan zakat pada kaum muslimin melainkan ada maslahat
di dalamnnya. Dialah Maha Bijaksana yang mengatur segala sesuatu.
وَاللَّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Dari
kedelapan masharif zakat tersebut, bisa disimpulkan dalam dua hal :
- Orang yang diberi zakat untuk memenuhi kebutuhannya.
- Orang yang diberi zakat dengan tujuan untuk kemaslahatan bagi Islam dan muslimin.
B.
Tafsir ibnu
katsir
Alloh Swt menuturkan prote kaum munafikin yang bodoh terhadap nabi
Saw. Dan celaan mereka terhadap pembagian zakat. Alloh menjelaskan bahawa
belioulah yangmembagikan zakat itu, menjelaskan hukumnya, mengurus urusannya,
dan dia tidak mewakillkan pembagiannya kepada seorangpun selain dia. Beliou
membagi-bagikan zakat kepada orang-orangtersebut sebagaiman diriwaytkan oleh
Imam Abu daud dari Ziad bin Harits ash-shada`I r. a dia berkata “aku dating
kepada nabi saw lalu aku berjanji setia kepadanya.
Kemudian datanglah seorang sambil berkata, “berilah aku bagian dari
sedekah. Beliou bersabda kepadanya, Sesungguhnya Alloh tidak menyukai hokum
zakat dari seorang nabi dan tidak pula dari selainnya, sebelum Dia menetapkan
hukumnya. Kemudian beliou membaginya menjadi delapan golongan. Jika kamu
termasuk salah satu dari bagian itu, maka aku memberimu.”
Para ulam beriktilafdalam membagian zakat ini apakah ahrus kepada
seleruhnya atau hanya sebagian saja? Menerut pendapatyang paling kuat tidak
wajib memeberikan zakat kepada seloroh golonagan, namun cukup menyerahkan
kepada salah satu dari delapan golongan itu dan seluruh zakat dapat saja
diberikan kepadany, walaupun masih terdapat golongan yang lain. Inilah pendapat
Imam Malik dan sekelompok Ulama salafdankhalaf
Sehubungan dengan golongan kaum fakir, maka diriwayatkan dari Ibnu
Umar, dia berkata: rasulalloh saw bersabda “tidak halal zakat bagi orangkaya
dan tidak pula bagi orang yang memiliki kekuatan mafan.” Hadis ini diriwayatkan
oleh Ahmad, Abu Daud an tirmidzi.
Yang dimaksud golonagn miskin, maka diriwayatkan dari Abi Khurairah
bahwasannya Nabi saw bersabda “orangt-orang miskin bukanlah orang yang suka
berkeliling kepada manusia dan dapat disuruh pulang setelah diberi satu atau
dua suap, sebiji atu dua biji kurma. “para sahabat bertanya, “wahai rasulalloh lalu siapakah miskin itu? “beliou
bersabda, “orang yang tidak memiliki biaya yang mencukupi kebutuhan dasarnya,
tidak memiliki keckapan, dan tidak suka meminta-minta apa pun kepada manusia.
Maka dia dapat diberi zakat.’
Yang dimaksud amlin ialah orang yang mengumpilkan dan mengupayakan
zakat. Amilin tidak boleh dari kalangan
kerabat Rasulalloh saw karena zakat diharamkan atasmereka. Sebagaiman
keterangan dalamm shahih muslim dari Abdul Muthalib dari rabia`h bin al-Harits
bahwasannya dia adan al-fadhal bin Abbas memohon kepada rasulalloh saw agar
dipekerjakan sebagai pengurus zakat. Maka, beliou bersabda “sesungguhnya zakat
itu tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarganya. Zakat itu merupakan daki
manusia.
Mualaf terbagi kepada beberapa kategori. Diantaranya ada yang
diberi supaya masuk islam sebagai mana Nabi saw memberi kepada sofyan bin
Umayah. Golongan muallaf lainnya yang diberi akat supaya Islamnya bagus dan
hatinya kokoh sebagaiman Nabi saw memberi seratus unta dalam Peristiwa Hunain
kepada sekelompok orang yang menjadi teman dan pemuka kaum yang membebaskan
diri.
Apakah orang yang dibujuk kepada islam boleh diberi zakat
sepeninggal Nabi saw? Mengenai hal ini ikhtilaf. Pendapat yang lebih kuat
adalah hadisyang diriwayatkan dari Umar , Amir, Sya`bi dan sekelompok ulam
bahwasannya mualaf itu tidak boleh diberi zakat sepeninggal Rasulalloh saw
karena Alloh telahmemulyakan islam dan pemeluknya, menghunikan mereka
diberbagai negri, dan menundukan parahamba kepada mereka. Jika faktot-faktor
membujukan hati terulang maka zakat dapat diberikan kepada mualaf.
Sehubungan dengan hamba sahaya bahwa yang dimaksud disini adalah
hamba sahaya yang mukatap adaikan dia telah merdeka maka lebih berhak
menerimanya karena bersifat umumdari pada pemberian kepada mukatab atau hamba
yang baru dibeli. Hal itu tiada lain karena pembalasan itu dari perbuatan
sejenis. Alloh swt berfirman “dan tidaklah kamu dibalas menurut apa yang dahulu
kamu lakukan.”
Yang dimaksud gharimin terbagi dalam beberapa kelompok. Diantaranya
ada yang memikul beban berat, menanggung hutang yang wajib dibayarnya sehinggamenghabiskan
hartanya, ataupun dia mengalami kebangkrutan, ataupun dia menghabiskan hartanya
kemaksiatan kemudian diabertobat, maka yang demekian ini dapat menerima zakat.
Yang dimaksud sabilillah diantaranya ialah orang-orang yang
berperang sedang mereka tidak memilik,I bagian dari pembagian untuk dewan
pimpinan. Menurut Imam Ahmad, al-Hasan, dan Ishak bahwa orang yang berhaji juga
termasuk sabilillah.
Adapun Ibnu sabil ialah oaring yang bepergian melintasi negeri. Dia
tidak memiliki bekal dalam perjalananya. Dia berhak menerima zakat sekedar
untuk memenuhi kebutuhannya sehingga sampai dinegrinya, walaupun dia memiliki
harta. Hal ini juga berlaku terhadap orang yang merencanakan bepergian jauh
sedang dia tidak memiliki bekal, mak dia dapat diberi zakat sekedar memenuhi
biaya pergi dan pulangnya.
Dalil atas ketentuan tersebut adalah ayat diatas dan hadis yang
diriwayatkan oleh imam Abu Daud dan Ibnu Majjah dari Abi sai`d r. a dia
berkata; rosululloh saw bersabda , “zakat tidak dihalalkan bagi orang kaya kecualibagi
lima golonagn: orang yang mengurus zakat, orang yang membelinya dengan
hartanya, orang yang berhutang, orang yang berperang dijalan Alloh, atau orang
miskin yang menerima zakat kemudian sebagiannya diberikan kepada orang kaya.”
C.
Mujtahid
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ 60
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir
Setelah Allah menerangkan pada ayat-ayat yang lalu tentang beberapa hal yang berhubungan dengan tingkah laku orang-orang munafik antara lain tentang keinginan mereka untuk menerima pembagian harta zakat meskipun mereka tidak berhak menerimanya, namun demikian mereka mencela Nabi dan tidak berlaku adil, maka pada ayat ini Allah menerangkan dengan tegas tentang golongan yang berhak menerima zakat itu.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60
(Sesungguhnya zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan (hanyalah untuk orang-orang fakir) yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka (orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka (pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya (para mualaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk Islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum Muslimin. Mualaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafii jenis mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zaman Imam Syafii) tidak berhak lagi untuk mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis mualaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut pendapat yang sahih (dan untuk) memerdekakan (budak-budak) yakni para hamba sahaya yang berstatus mukatab (orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafal fariidhatan dinashabkan oleh fi'il yang keberadaannya diperkirakan (Allah; dan Allah Maha Mengetahui) makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam penciptaan-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan di antara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari Bani Muthalib.
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir
Setelah Allah menerangkan pada ayat-ayat yang lalu tentang beberapa hal yang berhubungan dengan tingkah laku orang-orang munafik antara lain tentang keinginan mereka untuk menerima pembagian harta zakat meskipun mereka tidak berhak menerimanya, namun demikian mereka mencela Nabi dan tidak berlaku adil, maka pada ayat ini Allah menerangkan dengan tegas tentang golongan yang berhak menerima zakat itu.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (60
(Sesungguhnya zakat-zakat) zakat-zakat yang diberikan (hanyalah untuk orang-orang fakir) yaitu mereka yang tidak dapat menemukan peringkat ekonomi yang dapat mencukupi mereka (orang-orang miskin) yaitu mereka yang sama sekali tidak dapat menemukan apa-apa yang dapat mencukupi mereka (pengurus-pengurus zakat) yaitu orang yang bertugas menarik zakat, yang membagi-bagikannya, juru tulisnya, dan yang mengumpulkannya (para mualaf yang dibujuk hatinya) supaya mau masuk Islam atau untuk memantapkan keislaman mereka, atau supaya mau masuk Islam orang-orang yang semisal dengannya, atau supaya mereka melindungi kaum Muslimin. Mualaf itu bermacam-macam jenisnya; menurut pendapat Imam Syafii jenis mualaf yang pertama dan yang terakhir pada masa sekarang (zaman Imam Syafii) tidak berhak lagi untuk mendapatkan bagiannya, karena Islam telah kuat. Berbeda dengan dua jenis mualaf yang lainnya, maka keduanya masih berhak untuk diberi bagian. Demikianlah menurut pendapat yang sahih (dan untuk) memerdekakan (budak-budak) yakni para hamba sahaya yang berstatus mukatab (orang-orang yang berutang) orang-orang yang mempunyai utang, dengan syarat bila ternyata utang mereka itu bukan untuk tujuan maksiat; atau mereka telah bertobat dari maksiat, hanya mereka tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya, atau diberikan kepada orang-orang yang sedang bersengketa demi untuk mendamaikan mereka, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (untuk jalan Allah) yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah tetapi tanpa ada yang membayarnya, sekalipun mereka adalah orang-orang yang berkecukupan (dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan) yaitu yang kehabisan bekalnya (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan) lafal fariidhatan dinashabkan oleh fi'il yang keberadaannya diperkirakan (Allah; dan Allah Maha Mengetahui) makhluk-Nya (lagi Maha Bijaksana) dalam penciptaan-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang-orang selain mereka, dan tidak boleh pula mencegah zakat dari sebagian golongan di antara mereka bilamana golongan tersebut memang ada. Selanjutnya imamlah yang membagi-bagikannya kepada golongan-golongan tersebut secara merata; akan tetapi imam berhak mengutamakan individu tertentu dari suatu golongan atas yang lainnya. Huruf lam yang terdapat pada lafal lilfuqaraa` memberikan pengertian wajib meratakan pembagian zakat kepada setiap individu-individu yang berhak. Hanya saja tidak diwajibkan kepada pemilik harta yang dizakati, bilamana ia membaginya sendiri, meratakan pembagiannya kepada setiap golongan, karena hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Akan tetapi cukup baginya memberikannya kepada tiga orang dari setiap golongan. Tidak cukup baginya bilamana ternyata zakatnya hanya diberikan kepada kurang dari tiga orang; demikianlah pengertian yang disimpulkan dari ungkapan jamak pada ayat ini. Sunah telah memberikan penjelasannya, bahwa syarat bagi orang yang menerima zakat itu, antara lain ialah muslim, hendaknya ia bukan keturunan dari Bani Hasyim dan tidak pula dari Bani Muthalib.
BAB II
PENUTUP
Dari
uraian diatas kita dapat dengan jelas membedakan mana saja yang behak menerima
jakat, serta kita lebih tau betul siapa yang wajib menerimanya taupun yang
haram menerimanya. Saya sangat mengharapkan sekali keritikan dari rekan-rekan
semua semoga makalh ini bagi saya dan rekan-rekan semuanya.
Daftar Pustaka
Ar-Rifai
Muhammad Nasib. Ringakasan tafsir Ibnu katsir jilid 2. Jakarta : Gemma
Insani
Tafsir al-mujtahid
Komentar
Posting Komentar