Kedudukan Tasawuf Dalam Syari`at Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
I Latar Belakang
Ajaran
Islam pada zaman Rosulullah Saw, dan sahabat-sahabatnya merupakan ajran Islam
yang utuh, bulat, terpadu, dalam segala segi dan bidangnya. Juga diamalkan
secara komprehensif, serempak, dan berkesimbangan sehingga tidak ada
pembidangan atau perwilayahan bidang aqidah, syari`ah dan ahlak. Meskipun sudah
ada hadits tentang Iman, Islam dan Ihsan, namun pelaksanaanya masih terpadu
penuh. Iman atau tauhid menjadi landasan paling asasi menjadi titik tolak
segala sikap dan tingkah laku seorang muslim. Islam atau dalam arti terbatas
diesbut fiqh menjadi landasa normatif terhadap segala tingkah laku maupun
perbuatan, menyangkut hubungan langsung dengan Allah Swt. Ihsan dalam
perkembangannya menjadi tasawuf adalah landasan sikap mental dalam melakukan
segala amal perbuatan.[1]
I.
II Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah definisi tasawuf?
2.
Seperti apakah perkembangan tasawuf dari masa ke masa?
3.
Bagaimanakn kedudukan tasawuf dalam syari`at Islam?
I.
III Tujuan Pembahasan
Bagi
para mahasiswa khusunya minimal setelah membaca makalah ini. Diharapkan para
mahasiswa mampu memaparkan definisi tasawuf secara komprehensif diberengi
dengan mengetahui sejarah perkembangannya dan para mahasiswa mengetahui
kedudukan tasawuf dalam syari`at Islam, dengan memahami dari sumbernya yang
kredibel.
BAB
II
ISI
II.
I Definisi Tasawuf
Tasawuf
berasal dari kata sufi seperti berikut: perkataan sufi mungkin berasal dari
Ibnu Shauf, yang sudah dikenal sejak sebelum Islam sebagai gelar dari seorang
anak Arab yang shaleh yang selalu mengasingkan diri di dekat Ka`bah untuk
mendekatkan diri kepada Tuhannya; mungkin juga berasal dari perkataan shufah yang dipergunakan unuk nama
ijazah orang naik haji; mungkin juga berasal dari kata kerja (fiil madi) shafa yang
berari bersih dan suci; mungkin juga bersal dari istilah bangsa Yunani sophia yang berarti hikmah atau
filsafat; mungkin juga berasal berasala dari kata shuffah, nama suatu ruangan dekat Masjid Madinah, tempat Nabi
Muhammad Saw memberikan pengajaran kepada sahabatnya; atau mungkin juga berasal
dari kata Shaf yang berarti bulu
kambing, yang biasanya dijadikan bahan pakaian oleh para sufi Kristen dari
Syiria (Suriah).
Definisi
tasawuf secara istilah dirumuskan dengan berbagai macam definisi. Ada yang menyatakan
bahwa intisari tasawuf ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara
ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran
berada dekat Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad (bersatu dengan Tuhan). Ada pula yang menyatakan bahwa
tujuan tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan berusaha agar
bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Ibnu Sina menyatakan bahwa orang-orang yang
memusatkan pikirannya pada kesucian Tuhannya dan mengharap terbitnya cahaya
Al-Haq (Allah SWT) dalam hatinya itulah yang dinamakan al-`arif, yakni orang sufi.
Dari
beberapa rumusan definisi tasawuf yang tuliskan di atas, maka pengertian
tasawuf menurut istilah tidak lain yaitu suatu usaha yang sungguh-sungguh
dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur, melepaskan diri dari semua
yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya kepada Tuhan sehingga bersatu
dengan-Nya.[2]
II.
II Definisi Syari`at
Definisi
syari`at adalah ketetapan Ilahi yang ditujukan kepada orang-orang yang berakal
sehat, dengan pilihannya yang terpuji untuk kebaikan/kesejahtraan yang sejati
bagi mereka.
Dari
definisi di atas berarti orang gila, orang mabuk tidak bersyari`at karena tidak
memiliki akal, termasuk juga didalamnya jamadat,
nabatat, hayawanat.
II.
III Definisi Islam
Pengertian
Islam secara harpiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam
terbentuk dari tiga hurup, yaitu (sin), (lam), (mim) yang bermakna dasar
“slamat” (salama). Kata Islam berasal
dari kata aslama yang berakar dari
kata salama. Kata Isalam merupakan
bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama.
Ditinju dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki
beberapa pengertian, diantaranya adalah :
1. Islam
berasal dari kata `salm` yang berarti damai dalinya QS. Al-Anfal Ayat 61.
2. Islam
berasal dari kata `aslama` yang berarti menyerah dalilnya QS. An-Nisa Ayat 125.
3. Isalam
berasal dari kata`istaslama-mustaslimun` yang berarti penyerahan total kepada
Allah dalilnya QS. Ass-Saaffat ayat 26.
4. Islam
berasal dari kata `saliim` yang berarti bersih dan suci dalilnya QS.
Ash-Shu`ara Ayat 89.
5. Islam
berasal dari kata `salam` yang berarti selamat dan sejahtera dalilnya QS.
Maryam Ayat 47.
Definisi
Isalam secara istilah adalah ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang
diturunkan kepada para Nabi dan Rasul khususnya Muhammad Saw guna dijadikan
pedoman hidup dan juga hukum/auran Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia
kepada jalan yang lurus, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
II.
IV Sejarah Perkembangan Tasawuf
Dalam
menampilkan asal usul tasawuf, Abu al-Wafa` al-Ghamini at-Taftazani telah
menyajikan dalam tulisannya menurutnya, ada sekelompok orientalis beranggapan
bahwa tasawuf berasal dari sumber Kristen, dengan argumentasi mereka sebagai
berikut.
Pertama,
adanya suatu interaksi antara orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa
jahiliyah maupun zaman Islam. Kedua, adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan
para aksetis atau sufi dalam hal ajaran serta tata cara mereka ketika melatih
jiwa dan mengasingkan diri dengan kehidupan Almasih dan ajaran-ajarannya, serta
dengan para rahib dalam cara mereka bersembahyang dan berpakaian.[3]
Kiai
Achmad membagi perkembangan tasawuf kedalam dua bagia. Pertama, ketika tasawuf masih menjadi metode amaliyah ibadah. Kedua, tasawuf sebgai disiplin ilmu.
Perkembangan pertama terutama muncul sejak zaman Rosulullah Saw dan Khulaffa`
al-Rasyidin diman ajaran Islam masih terpadu penuh dalam segala seginya.
Tasawuf dalam arti metode amaliyah ibadah dalam pandangan Kiai Achmad ini, juga
masih terjadi pada masa tabi`in meskipun belum terjadi pembidangan ilmu-ilmu
Islam. Tasawuf dalam taraf ini lebih sebagai cara menyempurnakan praktek/amal
ibadah untuk mencapai derajat ikhlas setinggiptingginya. Misalnya, bagaimanakah
menyempurnakan niat, shalat, puasa dan sebagainya dengan tujuan semata-mata
mencapai target keikhlasan. Periode ini kira-kira berlangsung selama abad
pertengahan dan kedua hijriyah (abad VI Masehi).[4]
II.
V Kedudukan Tasawuf Dalam Syari`at Islam
Keteladan
Rosulullah Saw yang telah mendapatkan penilaian super cum laude dari Allah, adalah target yang ingin dicapai atau
setidaknya didekati oleh/dengan tasawuf keteladanan itu.[5]
Sufisme atau tasawuf atau mistisisme Islam, adalah suatu situasi pengalaman
spiritual yang pararel dengan aliran utama kesadaran Islam yang diurunakan dari
wahyu profetis dan yang dipahami dalam syai1ah dan teologi. Dalam madzhab sufi
mengatakan mistisisme adalah metode tertentu dalam penghampiran kepada realitas
dengan memamfaatkan fakultas-fakultas spiritual intuitif dan emosional yang
umumnya tidak aktif dan terpendam.
Sufisme
adalah bunga atau getah dari pohon Islam. Atau dapat pula dikatakan bahwa
sufisme adalah permata diatas mahkota Islam. Ketika kita berbicara sufisme,
maka sebenarnya kita sedang berbicara mengenai aspek tradisi Islam yang paling
dalam dan universal. Kenyataan bahwa pada saat ini di Barat banyak sekali
perhatian yang tertuju kepada metafisika dan spiritualitas Timur. Apa lagi di
era modern seperti saat ini kebutuhan terhadaf tasaawuf sangat dibutuhkan,
karena manusia modern sangat haus dan dahaga akan kebutuhan-kebutuhan spiritual
untuk memperoleh kepastian ((yakin). Oleh
sebab itu, dalam tasawuf ditunjukan tahapa-tahapan menuju kesempurnaan
spiritual untuk mendapatkan kepastian itu berdasarkan kata-kata Al-Quran, yaitu
: sains atau ilmu mengenai kepastian, mata kepastian, dan kebenaran mengenai
kepastian.
Ketiga
tingkatan ini merupkan tahapan-tahapan utama didalam proses inisiasi, yaitu
tahap pengetahuan mental, tahap penyaksian dan tahap realisasi terhadap hal-hal
suci di dalam diri. Kehidupan sosial manusia modern yang semakin komplek
menuntut adanya pencerahan spiritual, ketajaman mata batin disamping kecerdasan
rasio. Semakain manusia mampu menyadari pentingnya pesan sufisme dengan segala
kandungan spiritual dalam kehidupannya, maka ia akan semakin cerdas secara
spiritual. Manusia modern juga perlu mengembalikan aktivitas perenungan
kehidupannya. Setiap perenungan yang dilakukan dan diinternalisasikan dalam
diri manusia dapat memberikan semacam petunjuk karena adanya proses evaluasi
dan intropeksi di dalamnya. Dengan berkontemplasi, manusia akan semakin tahu
siapa dirinya, sehingga dengan demikian juga niscaya mengetahui siapa Tuhannya.
Dengan demikian, tasawuf benar-benar merupakan kebutuhan spiritual bagi manusia
modrn.[6] jadi kedudukan tasawuf dalam syari`at Islam
Pertama,
sebagai metode atau jalan untuk mendapatkan kelezatan dalam beribadah, karena
tasawuf dipandang sebagai salah satu metode untuk mendapatkan hal tersebut,
sehingga kelezatan ibadah tidak akan didapat apabila orang-orang muslim tidak
bertasawuf.
Kedua,
sebagai metode untuk mencapai derajat ihsan, karena tasawuf mempunyai sumber
dan landasan yang kokoh, kuat dari ajaran Islam.
Ketiga,
tasawuf sebagai sarana memperkuat mental, ketabahan dalam beribadah.
Keempat,
tasawuf sebagai landasan dalam mengaplikasikan rasa syukur baik syukur secara
lisan, tingkah laku atau kemantapan hati dalam melaksanakan segala perintah
Allah dan menjauhi segala larangan Allah.
Kelima,
tasawuf sebagai ruang untuk menilai dan mempelajari serta menelaah kelemahan
diri didalam melaksanakan kewajiban atau perbuatan baik dan kesukaran dalam
menjauhi serta meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Islam.[7]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas, kiranya sudah sangat jelas bahwa kedudukan tasawuf dalam
syari`at Islam sangat urgen dan pundamental, karena dengan bertasawuf manusia
diharapkan biasa mengarungi tahapan untuk mengenali siapa dirinya dan siapa
pula Tuhannya.
Namun
tidak hanya bertasawuf manusia juga dituntuk untuk memahami keilmuan yang
lainnya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Karena keilmuan dalam Islam itu
selalu berkolerasi antara satu dengan yang lainnya.
Dalam
kitab ta`limul muta`alim tasawuf ini termasuk kedalam ilmu yang harus
dipelajari dan dikategorikan keilmuan yang fardu ain yaitu kewajiban yang tidak
bisa gugur dengan diwakili oleh sebagian pihak.
PENUTUP
Uraian
di atas dari awal sampai akhir berujuan untuk menambah khasanah dan wawasan
bagi para rekan mahasiswawalaupun saya menyadari masih terdapat banyak
keurangan dan kesalahan, harapan saya sangat besar para rekan mahasiswa mampu
mengimplementasikan ketasawufan dalam setiap aspek kehidupan, walaupun berat
kita tidak akan tahu hasilnya kalau tidak mencobanya.
Manusia
tidak akan lepas dari yang namanya khilaf dan kesalahan, kiranya apabila rekan
mahasiswa menemukan kesalahan dalam penulisan atau pemaparan makalah ini saya
khususnya sangat mengharapkan peran aktif dari para rekan mahasiswa untuk
memberikan kritik dan sarannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abror, H. Robby,
Tasawuf Sosial, Yogyakata: Fajar
Pustaka Buku, 2002
Affandy, Maosul
Ahmad, `Aqidah Islamiyah, Tasikmalaya:
Miftahul Huda, 1991
Al-Quran,
Surabaya: Tawakal, 2014
Djaelani, Abdul
Qadir, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf, Jakarta:
Gema
Insani Pres, 1996
Siddiq, Achmad, Menghidupkan Ruh Pemikiran, Jakarta:
Logos, 1999
[1]Achmad Siddiq, Menghidupkan Ruh
Pemikiran, (Jakarta: 1999), hlm. 67
[2] Abdul Qadir Djaelani, Koreksi
Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: 1996), hlm. 11-15
[3] Abdul Qadir Djaelani, Koreksi
Terhadap Ajaran Tasawuf, (Jakarta: 1996), hlm. 17
[4] Achmad Siddiq, Menghidupkan Ruh
Pemikiran, (Jakarta: 1999), hlm. 75
[5] Achmad Siddiq, Menghidupkan Ruh
Pemikiran, (Jakarta: 1999), hlm. 77
[6] Robby H. Abror, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta:
2002), hlm. 15-16
[7] Achmad Siddiq, Menghidupkan Ruh
Pemikiran, (Jakarta: 1999), hlm. 77-78
Komentar
Posting Komentar