makalah hadist tentang khitan

MAKALAH



Diajukan
sebagai salah satu tugas pada mata kuliah HADIST
II Yang dibimbing oleh Dosen
Bpk. Asep
Gunawan MA
![]() |
Disusun
oleh:
Jajang Abdul Hamid
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-MUHAJIRIN PURWAKARTA
Periode:
1433/2012 M.
Jl. Veteran No. 155 Kebon
Kolot Puwakarta 41115 Telp. (0264) 216763
Fax. 200008
Daftar Isi
Latar
belakang 1
Permasalahan
1
Tujuan
1
Hadis
tentang fitrah 2
Kualitas
hadis 2
Asbab
al-wurud 2
Pembahasan
3
Diskusi
5
Hikmah
hadis 7
Penutup
7
Daftar
pustaka 7
Latar Belakang
Kata dasar
fitrah adalah fitratun yang berarti naluri atau dalam bahas asing disebut
instinct. Dalam al-quran dijelaskan bahwa manusia sudah memiliki naluri sejak
lahir ini merupakan sebagian penafsiran ulama ahli tafsir mengenai depinisi
wahyu. Jadi manusia sudah memiliki tabia`t masing-masing.
Dalam pengertian lain fitrah bias diartikan bersih
seperti dalam hari raya i`dil fitri yang artinya hari raya kebersihan
pengertian dianalogikan karena ketika hari raya i`dil fitri manusia bak kembali
kepada keadaan dia dilahirkan kembali dari perut ibunya yang tidak mempunyai
dosa sedikitpun, sama dengan pengertian fitri dalam fadhilah shalat tarawih
pada malam pertama yang terdapat dalam fhadhailul amal bahwa balasan bagi orang
yang shalat tarawih pada malam pertama bulan ramadhan balasannya seperti bayi
yang dilahirkan dari kandungan ibunya tanpa bercak dosa sedikitpun.
Permasalahan
Ø Bagaimana
kedudukan hadis ini?
Ø Apakah
boleh mengamalkan hadis ini?
Ø Polemik
apa saja yang akan terjadi pada hadis ini?
Ø Bagaimana
asbabu wurud hadis ini?
Ø Apa
saja hikmah yang terkandung dalam hadis ini?
Tujuan
Dengan disusunnya makalah ini
selain dari salah satu syarat UAS dan untuk memenuhi tugas yang dibebankan
kepada saya disamping itu kita khususnya saya bias lebih mengenal jati diri
kita dan meningkatkan potensi diri kita masing-masing dengan mengintegrasikan
ilmu dan lebih mengenal tatcara supaya kita lebih mengenal tabia`t-tabia`t
manusia dengan dipaparkan hadis dibawah ini kita akan mengetahui secara
lahiriah kenapa setiap manusia berbeda dalam pnuturankata, pengambilan
keputusan dan lain sebagainya.
Hadits tentang fitrah
Telah
menceritakan pada kami adam telah menceritakan pada kami Ibnu Abi Dzi;b dari
al-Wahri dari Abi Salamah b. Abdul Rahman dari Abu Hurairah ra berkata:
Bersabda Nabi Saw setiap bayi yang dilahir dalam keadaan suci maka orang
tuanyalah yang mempengaruhinya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana
ia tumbuh dan berkembang sampai jadi kakek-kakek.
A. Kualitas Hadis
Hadis
ini diriwayatkan dari Bukhari.Dilihat dari sanad para rawinya tidak terdapat
cacat dinilai adil dan dhabith.Secara matan (teks) Hadis tidak terdapat syadz
(keraguan) atau bertentangan dengan Alquran dan logika sehingga Hadis ini bisa
dinyatakan shahih secara sanad dan matan dan bisa dijadikan hujah untuk
diamalkan.
B. Asbab al-Wurud Hadis.
Sebagaimana
terdapat dalam riwayat Imam Ahmad, Darimi, Nasa’i, Ibnu Juraij, Ibn Hibban,
Thabrani dalam al-Kabir dan al-Hakim dari aswad b. Suwaid ra, sebab dari Hadis
tersebut muncul adalah suatu ketika Rasulullah dihasud untuk mengistimewakan
satu kelompok terhadap yang lainnya, orang tersebut berusaha untuk membunuh
orang-orang pada hari itu, sehingga orang tersebut dibunuh. Maka peristiwa
tersebut sampai pada Rasulullah Saw. Beliau bersabda, apa keadaan yang membuat
kalian menimbang untuk membunuh pada hari itu sampai anak-anak pun dibunuh.
Berkata laki-laki tersebut, Wahai, Rasulullah Saw, sesungguhnya anak-anak
mereka orang-orang musyrik.Beliau bersabda, ingatlah, sesungguhnya anak-anak
kaum musrik adalah modal kalian. Kemudian, beliau bersabda, ingatlah, jangan
bunuh anak-anak, ketahuilah, jangan kalian bunuh anak-anak dan beliau bersabda
Nabi Saw setiap bayi yang dilahir dalam keadaan suci maka orang tuanya yang
mempengaruhinya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana ia tumbuh dan
berkembang sampai jadi kakek-kakek. (Sumber Kitab al-Bayan wa ta’rif dalam
maktabah syamilah).
C. Pembahasan.
Berdasarkan
Hadis tersebut di atas, terdapat tiga masalah yang akan dibahas yaitu: (1)
Mengapa Rasulullah Saw melarang membunuh anak-anak walaupun pada saat perang
dan orang musyrik, (2) apakah kesucian anak yang dilahirkan dari orang tua
muslim sama atau tidak dengan kesuciannya dengan anak yang dilahirkan dari
orang kafir. (3) Dalam Hadis tersebut Rasulullah Saw menggunakan lafaz fitrah.
Jadi bagaimana dan apa yang dimaksud dengan lafaz fitrah tersebut.
1. Rasulullah Saw melarang membunuh anak
walaupun pada saat perang dan dalam kondisi apa pun. Ini menunjukkan etika
dalam berperang.Diantara etika tersebut dilarang membunuh orang tua dan
anak-anak bahkan orang yang tidak mampu, sedangkan yang diserang hanya mereka
yang melakukan perlawanan yang hendak melemahkan umat Islam. Oleh sebab itu,
dalam fikih orang Islam yang mati syahid proses pemakannya langsung ditempat
tidak perlu diperlakukan sebagaimana layaknya biasanya (dimandikan, dikafankan,
disalatkan dan dikuburkan). Konsep perang dalam Islam hanya boleh dilakukan
dalam kondisi terpaksa (tidak ada pilihan lain) dan berusaha untuk menghindari
perang secara fisik tersebut. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa fathul
makkah dimana Rasulullah Saw dan para sahabat hendak kembali ke Mekkah dan
memberikan jaminan keamanan bagi orang kafir quraisy dengan cara masuk kerumah
sehingga mereka diperlakukan dengan baik. Begitu juga dengan perjanjian
hudaibiyah yang dilakukan Rasulullah denan kafir quraisy, ini menunjukkan bahwa
perdamian lebih dari perperangan, penyelesaian konflik ditempuh dengan cara
damai. Jadi, berdasarkan pemahaman asbab al-wurud Hadis di atas sikap kita
terhadap orang non muslim yang hendaklah berbuat baik dalam urusan muamalah,
sedangkan bagi non Islam yang hendak merusak Islam sehingga sikap yang kita
adalah bersikap tegas dengan cara-cara yang beretika dan hikmah.
2. Adapun tingkat kesucian anak yang
dilahirkan dari orang tua muslim sama dengan kesuciannya dengan kesucian anak
yang dilahirkan dari darah daging orang kafir. Hal ini tampak pada Hadis
tersebut dinyatakan (setiap bayi) menunjukkan keseluruhan bayi lahir semuanya
dalam kondisi suci bebas dari dosa dan tercela.
3. Adapun makna fitrah Hadis di atas adalah
kesucian, nilai-nilai agama, Kesucian anak akan ternodai/dipengaruhi dari orang
tuanya dan lingkungannya. Jika orang tua dan lingkunan tidak baik maka anak
tersebut menjadi tidak baik pula. Tetapi jika orang tua mendidikan anak dengan
baik dan menempatkan lingkungan yang baik-baik maka anak tersebut akan tumbuh
dewasa menjadi orang baik-baik pula. Oleh sebab itu pendidikan anak usia dini
menjadi kata kunci mewujudkan anak yang shaleh dan sukses. Oleh sebab itu,
dalam Islam setiap bayi yang baru lahir diazankan atau qamatkan, ini
menunjukkan proses pendidikan anak sejak dini, dimana ketika bayi mendengar
lafaz tersebut menanamkan akan konsep keimanan dan kesuksesan dunia dan
akherat. Setelah bayi diazakan atau diqamatkan seharusnya ditindak lanjuti
tidak hanya sebatas formalitas saja.Tindak lanjut tersebut berupa nilai-nilai
pendidikan keimanan dan kesuksesan dunia dan akhirat yang terkandung dalam
makna azan.
Diskusi
A.
Permasalahan
Apa dalilnya tentang mengazankan atau
mengqamatkan bayi yang baru lahir dan bagaimana hukumnya.
B.
Pembahasan
Dalil mengazankan bayi yang baru lahir.
Adalah Hadis Nabi Muhammad Saw yang
yaitu:
Telah
menceritakan pada kami Muhammad b. Basyar, telah menceritakan pada kami Yahya
b. Sa’id dan Abdurrahman b. Muhdi berkata telah memberitakan pada kami Sufyan
dari Ashim b. ‘Ubaidillah b. Abi Rafi’ dari bapaknya berkata: Saya melihat
Rasulullah Saw adzan di telinga Hasan b. Ali tatkala Fatimah melahirkannya
sebagaimana azan shalat. Berkata Abu Isya Hadis ini Hasan shahih
(Hadis
terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzi, hlm 358, Sunan kubra lil Baihaqy, Kitab
Jami’ al-Hadis bab Musnad Abi Rafi’,Sunan Abu Dawud, Kitab Syarah Sunah
al-Baghawi, Musnad Ahmad b. Hambal, Musnad Abdul Razak dan Kitab ma’rifah
al-Shahabat li abi Na’im).
Pada
prinsipnya Hadis ini dha’if, para ahli Hadis berbeda pendapat mengenai status
kehujahan Hadis ini apakah bisa diamalkan atau tidak. Adapun kedua
alasan-alasan perbedaaan pendapat tersebut adalah:
1.
Pendapat yang menyatakan Hadis ini tidak bisa dijadikan hujjah,
alasannya:
a.
Hadis tersebut terdapat rawi yang
bernama Ashim b. ‘Ubaidillah. Ia dinilai oleh kritikus Hadis seperti Yahya b.
Muayin dan Ibn Mahadi sebagai rawi yang lemah, Bukhari menilai ingkar Hadis dan
Muhammad b. Sa’d menilai ia tidak bisa dijadikan hujah.
b.
Adapun Hadis yang serupa dengan Hadis di atas adalah:
Barkata
Abu Ya’la: telah menceritakan pada kami Jubarah, telah menceritakan pada kami
Yahya b. al-‘Ala` dari Marwan b. Salim dari Thalhah b. ‘Ubaidillah dari Husain
ra, bersabda Rasulullah Saw: barangsiapa dianugerahi anak maka ia adzan di
telinga kanannya dan qamat pada telinga kirinya maka anak tersebut tidak
membuat ia melarat.
Sanad pada Hadis tersebut lemah sebab
terdapat nama Yahya b. al-‘ala. (kitab Ittihaf al-khairah al-mahrah dalam
maktabah Syamilah).
2. Pendapat yang menyatakan Hadis ini bisa
dijadikan hujjah, alasannya:
a. Hadis di atas dalam sunan tirmidzi
dinilai shahih walaupun dalam rawi tersebut terdapat ‘Ashim b. ‘Ubaidillah yang
dianggap lemah. Akan tetapi Hadis ini dikuatkan dari Husain b. Ali yang
diriwayatkan oleh Abu ya’la al-Maushuli dan ibn Suni. (Baca: Abdurrhaman b.
Abdul Rahim dalam kitab Tuhfat al-Ahwadzy, bab al-Adzan fi Udzun al-Maulud
dalam Maktabah Syamilah).
b. Hadis tentang mengadzankan bayi di
telinga kanannya dan qamat pada telinga kirinya (lihat 1.b) juga dinilai
shahih. (Lihat: Kitab Syarah Sunah, karya al-Baghawy, bab al-Adzan fi Udzun
al-Maulud dalam Maktabah Syamilah).
Dari segi matan (teks) Hadis tidak
terdapat syadz (bertentangan dengan Alquran dan logika), hanya saja yang
menjadi perdebatan pada salah seorang sanad sehingga mengakibatkan Hadis ini
dinilai dha’if.Tetapi, kedha’ifan Hadis ini menjadi perbedaan pendapat untuk
mengamalkannya.
Nasarudin al-Bani dalam kitabnya
silsilah Hadis Dha’if menyatakan Hadis tersebut adalah dha’if bahkan mendekati
kemaudhu’an sehingga tidak bisa untuk diamalkan.Sedangkan, Imam Syaukani dalam
kitabnya berjudul Nail Authar dan al-Nawawi dalam Adzkar menyatakan sunah
melaksanakannya.
C.
Hikmah mengadzankan bayi
Nilai-nilai filosofis yang terkandung
dalam lafaz adzan terutama bagi bayi adalaH
(1) menanamkan nilai-nilai rendah diri atau
tidak sombong sebab tidak ada seorang pun yang dapat menandingi ke-Esaaan Allah
Swt sebagaimana lafaz.
(2) menanamkan nilai-nilai ke-Imanan
sebagaimana lafaz dua kalimat syahadat.
(3) menanamkan nilai-nilai komunikasi
pada Allah Saw yang dapat memberikan ketenangan batin sebagaimana termuat dalam
lafaz.
(4) menanamkan nilai-nilai giat bekerja
mencari kesuksesan dunia dan akhirat sebagaimana lafaz.
Penutup
Alhamdulillah makalah ini telah
selesai dibuat dan pasti terdapat banyak sekali kesalahan untuk itu sya
khususnya meminta maaf dan senantiasa minta do`a dari para pengajar dan
kawan-kawan seperjuangan untuk terus berdo`a meminta kepada Alloh swt supaya
kita mendapatkan ampunannya, dan selalu berada dalam ridhaNya. Saya sangat
mengharapkan sekali kritik dan saran untuk terciptanya tatanan kesinambungan
yang baik.
Daftar
Pustaka
Fhadoilul Amal
Ulumul Attafsir
Kamus Bahasa Arab
Kitab At-Ta`rifah
Komentar
Posting Komentar