Tasawuf Diera Modern

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Salah satu metode yang dipakai untuk mencapai tingkat kema`rifatan yang hak oleh para ulama terdahulu adalah metode tasawuf, karena metode ini mengolah jati diri dari seseorang yang sedang memakainnya, karena urgensi dari ilmu ini adalah “siapa yang mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya”, pemahaman akan urgensi tasawuf semakin kesini semakin berkembang terlepas dipengaruhi oleh pemakainya ataupun oleh kebutuhannya, namun dimasa modern kebutuhan akan ketenangan jiwa semakin dicari oleh para hendonis, dan yang menyediakan ketenangan jiwa ada pada ilmu tasawuf.
I.II Rumusan Masalah
1. Bagaimana efinisi modern?
2. Bagaimana tasawuf di era modern?
3. Bagaimana memahami tasawuf?
I.III Tujuan Pembahasan
Penulis mengharapkan setelah para mahasiswa membaca makalah ini, mahasiswa khusunya bisa memahami posisi dalam memahami Islam seutuhnya, ditopang dengan keilmuan yang luas dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Diharapkan juga mahasiswa kritis dalam menyikapi perkembangan zaman tidak hanya ikut dalam perkembangan, tetapi mampu menjadi pengembang.



BAB II
ISI
II.I Definisi Modern
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid V, modern diartikan sebagai “sesautu yang baru, termutakhir atau pasukan yang diperlengkapi dengan senjata-senjata” dalam kata kerjanya modern diartikan sebagi “sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman” (Kemdikbud, 2016).
II.II Tasawuf Di Era Modern
Tasaawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang rasional sesuai dengan nalar humanis-sosiologis. Kepekaan sosial, lingkungan (alam) dan sebagai bidang kehidupan lainnya adalah bagian yang menjadi ukuran bahwa tasawuf di era modern itu tidak sekedar pemenuhan spiritual.
Tasawuf bukan barang mati, sebab tasawuf itu merupakan produk sejarah yang seharusnya dikondisikan sesuai dengan tuntunan dan perubahan zaman. Penghayatan tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang kita temui di masa silam. Tasawuf di era modern adalah alternatif yang mempertemukan jurang kesenjangan antara dimensi Ilahiyah dengan dimensi duniawi. Banyak orang yang secara normatif (keshalehan individu) telah menjalankan dengan sempurna, tetapi secara empiris (keshalehan sosial) kadang-kadang belum tampak ada. Di era modern banyak orang yang empirisnya sangat lemah karena terlalu banyak mementingkan dirinya sendiri yang dengan jelas tidak dibenarkan oleh tasawuf dengan dalil “amalmu untukmu, amalku untukku”, secara kasat mata konteks dari dalil seperti itu terasa benar, namun sebenarnya kurang tepat boleh berdalil seperti itu namun tempatnya bukan didunia namun di akhirat, kalau saja semua orang berdalil seperti itu dan dipakai didunia yang terjadi semua orang akan bersikap dan bersipat apatis lebih mementingkan diri sendiri dari pada orang lain padahal Al-Quran mengajarkan untuk tidak bersikap apatis bahkan pintu surga haram dimasuki oleh orang yang apatis (dayus).
Bersikap cuek, acuh tak acuh terhadap orang lain tidak dibenarkan walaupun dibarengi dengan dalil seperti di atas, karena kerika Alla Swt, menibakan suatu azab didunia khusunya tidak akan memandang mana yang benar mana yang salah semuanya akan kebagian azabnya, justru kita di ajarkan untuk saling menasihati dan menolong dan itu merupakan urgensi tasawuf di era modern.
II.III Memahami Dunia Tasawuf
Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh seseorang untuk mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang buruk maupun yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam sangat diakui sebagai ilmu agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku yang merupakan subtansi Islam (Siddiq, 1999).
Eksistensi tasawuf di tengah-tengah masyarakat sangat berperan dan berpengaruh dimana tasawuf merupakan bagian dari kehidupan masyarakat sebagai sebuah pergerakan, keyakinan agama, organisasi, jaringan bahkan penyembuh atau terapi. Dalam kitab ta`lim mutaa`lim dijelaskan bahwa ilmu tasawuf merupakan cabang ilmu yang hukum mengkajinya merupakan fardu a`in (Az-Zarnuji, 2014), yang dimana pengkajian dan pengamalannya tidak bisa diwakili oleh orang lain. Tasawuf merupakan ilmu ahwal yang membahas tentng tingkah laku seorang manusia menilai baik buruknya manusia bisa dilihat dari perbuatannya.
Tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya lebih ditekankan kepada ahlak, yaitu ajaran-ajaran moral yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Tasawuf prilaku baik, memiliki etika dan sopan santun baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain begitu juga terhadap Tuhannya. Sehingga orang yang bertasawuf sangat total dalam melaksanakan perintah Tuhannya begitu pula total dalam menjauhi segala larangan Tuhannya, totalitas disini diartikan tidak berat sebelah dalam artian berimbang seimbang, terpimpin disiplin.
Ajaran tasawuf juga sangat menitik beratkan totalitas, sehingga ajaran tasawuf adalah pemahan tentang totalitas kosmis, bumi, langit dan seluruh isi dan potensinya baik yang kasar mata maupun tidak, baik rohaniah maupun jasmaniah, pada dasarnya adalah bagian dari sebuah sistem kosmis tunggal yang saling berkaitan, berpengaruh dan berhubungan. Sehingga manusia mempunyai keyakinan bahwa, penyakit ataupun gangguan apapun yang menjangkiti tubuh kita harus dilihat sebagai murni gejala badaniah ataupun kejiwaan (Abror, 2002).
















BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Sebuah ilmu tidak akan berguna tanpa adanya pengamlan begitu pula dalam tasawuf, karena ilmu tasawuf merupakan ilmu terapan dan merupakan ilmu ahwal yang mengkajinya merupakan kewajiban perseorangan yang tidak bisa lebur dosa karena diwakilkan.
Tasawuf merupakan nilai dari seseorang karena di era modern ini tasawuf di artikan sebagai ahlak, penilaian baik ataupun buruknya seseorang dalam kacamata masyarakat diperoleh dari baik ataupun tidaknya tingkah lakunya (ahlak).
Dalam hal ini setiap orang diharuskan untuk mengaplikasikan tasawuf secara totalitas, baik hubungannya kepaa Allah Swt, dalam menjalankan perintahn-Nya atau menjauhi larangan-Nya, maupun hubungan secara manusiawi dalm bersosial khusunya kita harus totalitas.









Daftar Pustaka

Abror, R. H. (2002). Tasawuf Sosial. Yogyakarta: Fajar Pustaka Buku.
Az-Zarnuji. (2014). T`alimul Muta`lim. Jakarta: Mutiara Ilmu.
Kemdikbud. (2016). KBBI V. Jakarta: Kemdikbud.
Siddiq, A. (1999). Menghidupkan Ruh Pemikiran. Jakarta: Logos.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan Tasawuf Dalam Syari`at Islam

Islam Sebagi Produk Budaya

Landasan Pendidikan dan Asas Pendidikan di Indonesia